Diserang dari Dua Arah, Rupiah Tak Berdaya Lawan Dolar AS

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 May 2019 13:54
Ada Perang Dagang, Investor Main Aman
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Babak baru perang dagang AS-China yang telah dimulai masih mampu untuk membuat risk appetite investor surut.

Pada hari Jumat (10/5/2019), atas titah Presiden Donald Trump, pemerintah AS secara resmi telah memberlakukan tarif impor sebesar 25% untuk produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sebelumnya tarif impor untuk produk tersebut hanya sebesar 10%.


Berdasarkan penuturan Trump, hal itu dilakukan karena China dianggap tidak lagi berkomitmen pada beberapa poin kesepakatan yang pernah dibuat. Bahkan China dikabarkan menghapus beberapa klausul seperti perlindungan hak atas kekayaan intelektual, pemaksaan transfer teknologi, kebijakan persaingan bebas, akses terhadap sektor keuangan, dan manipulasi kurs yang ada dalam draf kesepakatan yang pernah disusun pada masa negosiasi sebelumnya.

Kenaikan tarif tersebut juga dimulai bahkan ketika Wakil Perdana Menteri China, Liu He tengah berada di Washington untuk melanjutkan dialong tatap muka dengan delegasi AS yang diwakili oleh Perwakilan Dagang, Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

Namun kenyataannya, perundingan yang berlangsung selama dua hari tersebut (9-10/5/2019) tidak mampu untuk mencapai sebuah kesepakatan yang dapat menghapus bea impor.


Menurut penuturan Liu He, ada tiga hal mendasar yang belum bisa dipecahkan oleh kedua negara, yaitu penghapusan bea masuk, volume pembelian barang AS, dan bahasa yang digunakan pada draf kesepakatan.

Reaksi China pun mudah ditebak. Liu He mengatakan bahwa negaranya tidak punya pilihan lain selain menerapkan kebijakan yang serupa. Namun belum ada pengumuman berapa besaran tarif yang diterapkan oleh China.

Sebagai informasi, tarif tersebut bukanlah biaya yang harus dibayarkan oleh pemerintah masing-masing negara. Namun bea masuk yang harus dikeluarkan oleh importir kala memasukkan barang dari luar negeri, dalam hal ini AS dan China.

Kalau sudah begitu, tentu saja rantai pasokan akan terganggu. Tidak hanya bagi AS dan China, namun juga merembet ke seluruh penjuru dunia. Sebab dua negara itu merupakan raksasa ekonomi terbesar di dunia.

Kekhawatiran perlambatan ekonomi global pun mencuat. Dari yang sudah lambat, akan bertambah lambat.

Tak heran pelaku pasar enggan agresif masuk ke pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Membuat mata uang dalam negeri kekurangan energi untuk melawan tekanan dolar.

BERLANJUT KE HALAMAN 3
(taa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular