
Kalau Mandiri Batal, Jepang Berpotensi Lirik Bank Permata!
tahir saleh, CNBC Indonesia
13 May 2019 12:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dikabarkan batal dibeli PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) karena ketidakcocokan harga antarpihak yang akan bertransaksi yakni Bank Mandiri dengan Astra dan Standard Chartered (Stanchart).
Namun masih ada kemungkinan bank atau investor asal Jepang masuk menawar saham Bank Permata, yang saat ini dipegang mayoritas oleh PT Astra International Tak (ASII) dan Stanchart, masing-masing 45%. Sisa saham Bank Permata yang dimiliki publik adalah 10,88% atau 3,05 miliar lembar.
Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma, mengatakan jika Bank Mandiri batal, masih ada kemungkinan investor Jepang untuk masuk menawar saham BNLI. Alasannya, Bank Permata menarik diakuisisi dengan argumentasi bahwa ketersediaan bank di Indonesia yang layak diakuisisi terbatas.
"Masih ada kemungkinan bank Jepang masuk. Yang paling mungkin BNLI [dibeli], sementara PNBN [PT Bank Pan Indonesia Tbk/Bank Panin] sudah gede asetnya, jadi bank yang available saat ini sudah terbatas," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (13/5/2019).
Sebagai perbandingan, data laporan keuangan kuartal I-2019 mencatat aset Bank Permata sebesar Rp 160,38 triliun, sementara Bank Panin lebih besar yakni Rp Rp 210,83 triliun.
Menurut Suria, alasan perbankan Jepang masuk mencaplok bank-bank di Indonesia karena bank Jepang sudah terbatas pertumbuhan di dalam negeri. Bahkan suku bunga saja terkadang juga negatif. Data Tradingeconomics mencatat, suku bunga acuan Bank of Japan (Boj) saat ini di level -0,1% yang sudah bertahan sejak 20 Desember 2018.
Peluang investor baru untuk masuk dari Jepang terbuka, tak hanya bagi investor yang sudah punya bank di Tanah Air, tapi juga yang belum. MUFG, misalnya, sudah mengendalikan PT Bank Danamon Tbk (BDMN) yang dilebur dengan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP).
Selain itu ada Sumitomo Mitsui Banking Corporation yang menguasai PT Bank BTPN Tbk (BTPN), bank hasil merger PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) dengan PT Bank Tabungan Pensiunan Negara rampung. Sebelumnya sempat diberitakan beberapa investor Jepang yakni Japan Post Bank (JPB) dan Mizuho Financial Group (MFG), serta Northstar.
Hanya saja, menurut Suria, kuncinya adalah Astra juga menjual sahamnya di Permata. "Menurut saya Astra masih butuh bank, tapi memang BNLI kurang berkontribusi. Jadi yang menurut saya mungkin, Astra baru mau jual kalau harganya tinggi," tegasnya.
Dia mengatakan, dengan asumsi Astra tak ikut melepas saham, maka harga saham Bank Permata idealnya Rp 800/saham atau mencerminkan PBV sekitar 1x. "Namun ada catatan, kalau Astra menjual maka idealnya PBV-nya 2x atau Rp 1.600/saham," kata Suria.
PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Manajemen Astra enggan bersuara terkait dengan kabar rencana ikut melepas kepemilikan saham di Bank Permata sebagaimana yang dilakukan Stanchart.
"Saya tidak bisa komentar mengenai hal itu [isu pelepasan saham], sebagai pemegang saham kami tentu selalu mengkaji strategi kami ya demi untuk yang terbaik untuk seluruh stakeholders [pemangku kepentingan]," kata Suparno Djasmin, Wakil Komisaris Utama Bank Permata dan Direktur Astra International, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
(hps) Next Article Ada Transaksi Jumbo, Saham Ini Terbang Sentuh ARA
Namun masih ada kemungkinan bank atau investor asal Jepang masuk menawar saham Bank Permata, yang saat ini dipegang mayoritas oleh PT Astra International Tak (ASII) dan Stanchart, masing-masing 45%. Sisa saham Bank Permata yang dimiliki publik adalah 10,88% atau 3,05 miliar lembar.
Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma, mengatakan jika Bank Mandiri batal, masih ada kemungkinan investor Jepang untuk masuk menawar saham BNLI. Alasannya, Bank Permata menarik diakuisisi dengan argumentasi bahwa ketersediaan bank di Indonesia yang layak diakuisisi terbatas.
"Masih ada kemungkinan bank Jepang masuk. Yang paling mungkin BNLI [dibeli], sementara PNBN [PT Bank Pan Indonesia Tbk/Bank Panin] sudah gede asetnya, jadi bank yang available saat ini sudah terbatas," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (13/5/2019).
Sebagai perbandingan, data laporan keuangan kuartal I-2019 mencatat aset Bank Permata sebesar Rp 160,38 triliun, sementara Bank Panin lebih besar yakni Rp Rp 210,83 triliun.
Menurut Suria, alasan perbankan Jepang masuk mencaplok bank-bank di Indonesia karena bank Jepang sudah terbatas pertumbuhan di dalam negeri. Bahkan suku bunga saja terkadang juga negatif. Data Tradingeconomics mencatat, suku bunga acuan Bank of Japan (Boj) saat ini di level -0,1% yang sudah bertahan sejak 20 Desember 2018.
Peluang investor baru untuk masuk dari Jepang terbuka, tak hanya bagi investor yang sudah punya bank di Tanah Air, tapi juga yang belum. MUFG, misalnya, sudah mengendalikan PT Bank Danamon Tbk (BDMN) yang dilebur dengan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (BBNP).
Selain itu ada Sumitomo Mitsui Banking Corporation yang menguasai PT Bank BTPN Tbk (BTPN), bank hasil merger PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) dengan PT Bank Tabungan Pensiunan Negara rampung. Sebelumnya sempat diberitakan beberapa investor Jepang yakni Japan Post Bank (JPB) dan Mizuho Financial Group (MFG), serta Northstar.
Dia mengatakan, dengan asumsi Astra tak ikut melepas saham, maka harga saham Bank Permata idealnya Rp 800/saham atau mencerminkan PBV sekitar 1x. "Namun ada catatan, kalau Astra menjual maka idealnya PBV-nya 2x atau Rp 1.600/saham," kata Suria.
PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Manajemen Astra enggan bersuara terkait dengan kabar rencana ikut melepas kepemilikan saham di Bank Permata sebagaimana yang dilakukan Stanchart.
"Saya tidak bisa komentar mengenai hal itu [isu pelepasan saham], sebagai pemegang saham kami tentu selalu mengkaji strategi kami ya demi untuk yang terbaik untuk seluruh stakeholders [pemangku kepentingan]," kata Suparno Djasmin, Wakil Komisaris Utama Bank Permata dan Direktur Astra International, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
(hps) Next Article Ada Transaksi Jumbo, Saham Ini Terbang Sentuh ARA
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular