Terungkap! Ini Sejumlah Alasan CAD Makin Bengkak di Q1-2019

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
10 May 2019 12:55
Terungkap! Ini Sejumlah Alasan CAD Makin Bengkak di Q1-2019
Jakarta, CNBC IndonesiaDefisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia pada kuartal I-2019, tercatat sebesar US$ 6,96 miliar atau setara dengan 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Hal tersebut disampaikan oleh Bank Indonesia pada hari Jumat (10/5/2019) melalui siaran pers tertulis. Angka CAD tersebut jauh lebih dalam dibandingkan kuartal I-2018 yang sebesar US$ 5,19 miliar atau 2,01% PDB. Bahkan defisit kali merupakan CAD kuartal I yang paling dalam setidaknya sejak 2015.

Salah satu penyebabnya adalah kinerja perdagangan barang yang bisa dibilang memburuk.

Pasalnya kali ini neraca perdagangan barang hanya bisa membukukan surplus sebesar US$ 1,05 miliar, atau turun hingga 54,7% year on year (YoY). Tahun lalu (kuartal I-2018), neraca perdagangan barang bisa surplus hingga US$ 2,32 miliar.

Dalangnya lagi-lagi adalah perdagangan barang non-migas yang hanya bisa mencetak nilai ekspor sebesar US$ 36,4 miliar, atau turun 8% YoY. Di saat yang sama, impor non migas hanya turun sebesar 3,69% YoY menjadi US$ 33,9 miliar. Alhasil surplus perdagangan non migas hanya sebesar US$ 2,54 miliar atau turun hingga 42,6% YoY.

Harga-harga komoditas ekspor andalan Indonesia yang berjatuhan diduga kuat menjadi alasan dibalik terjadinya hal itu.

Berdasarkan data Refinitiv, rata-rata harga batu bara Newcastle yang menjadi harga acuan global di kuartal I-2019 hanya sebesar US$ 96,6/metrik ton, atau melemah 6,1% YoY. Nasib serupa dialami oleh harga komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Rata-rata harga CPO sepanjang kuartal I-2019 anjlok hingga 11,8% YoY.

Dampaknya, pada kuartal I-2019, nilai ekspor batu bara dan minyak nabati (yang sebagian besar adalah CPO) turun masing-masing sebesar 9,26% YoY dan 16,32% YoY, berdasarkan data Badan pusat Statistik (BPS). Padahal kala itu volume ekspor masih meningkat.

Sebagai informasi, dua komoditas tersebut merupakan penyumbang terbesar nilai ekspor non-migas Indonesia. Berdasarkan data BPS porsi ekspor batu bara dan minyak nabati masing-masing sebesar 15,26% dan 11,66% terhadap total ekspor non-migas kuartal I-2019.

Sumber: Badan Pusat Statistik
Penyebab lain pembengkakan CAD adalah kinerja sektor jasa-jasa yang juga tidak memperlihatkan perbaikan. Neraca perdagangan jasa mencatatkan defisit sebesar US$ 1,78 miliar, atau lebih dalam 21% YoY.

Jasa perjalanan yang berkontribusi terhadap pariwisata hanya mampu mencatat surplus US$ 1,36 miliar yang mana turun 9,93% YoY. Penyebab utamanya adalah impor jasa perjalanan yang meningkat cukup tinggi, yaitu sebesar 10,2% YoY menjadi US$ 2,03 miliar.

Dalam metode perhitungan BI, jasa perjalanan mencakup seluruh barang dan jasa yang diperoleh wisatawan untuk konsumsi pribadi di negara yang dikunjunginya. Mengingat impor jasa perjalanan meningkat cukup tinggi, ini mengindikasikan orang Indonesia semakin banyak yang melakukan perjalanan ke luar negeri.


BERLANJUT KE HALAMAN 2


Neraca pendapatan primer yang mana termasuk di dalamnya pembayaran deviden untuk investasi asing juga mengalami defisit yang lebih dalam.

Pembayaran investasi asing meningkat 1,67% YoY menjadi US$ 9,16 miliar. Sementara penerimaan investasi malah turun 27,1% YoY menjadi tinggal US$ 1,44 miliar. ini artinya lebih banyak dividen yang harus dibayarkan kepada pihak asing ketimbang dividen yang Indonesia dapatkan dari hasil investasi di luar negeri.

Hal ini wajar mengingat investasi langsung pada sektor riil di Indonesia sebagian besar masih dipegang oleh investor asing. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi asing menyumbang 55,3% dati total investasi langsung sepanjang kuartal I-2019.

Namun kali neraca pendapatan sekunder yang ditopang oleh penerimaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) membukukan surplus US$ 1,86 miliar, atau meningkat 29,1% YoY.

Penyebabnya adalah peningkatan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri yang sebesar 10% YoY menjadi sebanyak 3.669.000 orang per kuartal I-2019. Sedangkan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia malah turun 3,4% YoY menjadi tinggal 84.000 orang.

Meskipun demikian, secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mana menggabungkan transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial masih membukukan surplus sebesar US$ 2,4 miliar.

Namun perlu dicatat bahwa surplus NPI kali ini ditopang oleh transaksi finansial, yang mana separuhnya merupakan aliran dana di pasar saham dan obligasi (portofolio). Di pasar tersebut, investor dapat sekonyong-konyong menarik dana dengan cepat, alias hot money.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(taa/dru) Next Article Sudah Jatuh Tertimpa CAD, Itulah Nasib IHSG Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular