
Sentimen Agak Mixed, Pergerakan Harga Minyak Masih Terbatas
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
07 May 2019 08:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan harga minyak masih terbatas dengan kecenderungan melemah pada perdagangan Selasa (7/5/2019) pagi. Saling tarik sentimen diduga menjadi penyebab hal tersebut.
Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli terkoreksi 0,21% ke posisi US$ 71,09/barel, setelah naik 0,55% kemarin (6/5/2019).
Adapun jenis light sweet (WTI) melemah tipis 0,02% ke level US$ 62,24/barel, setelah menguat 0,5% kemarin.
Pasca perundingan dagang pekan lalu, tampaknya hubungan dagang AS-China semakin meregang.
Pada hari minggu, Presiden AS, Donald Trump mengancam akan memberlakukan bea impor produk China yang senilai US$ 200 miiliar sebesar 25% (meningkat dari yang semula 10%).
Trump sudah pernah mengeluarkan ancaman tersebut sebelumnya. Bahkan sedianya penigkatan bea impor tersebut akan dilakukan pada bulan Maret 2019.
Akan tetapi belakangan dirinya menunda hal itu karena melihat perkembangan dialog dagang yang positif dengan China. Bahkan Reuters sempat mengabarkan sebuah draft kesepakatan telah dibuat.
Alhasil pelaku pasar pun sudah sempat mengira kesepakatan hanya tinggal menunggu waktu. Trump juga sebelumnya mengatakan hasil kesepakatan dapat diumumkan Jumat ini (10/5/2019).
Namun ternyata kemungkinan tidak ada damai dagang sama sekali kembali mencuat.
Bahkan Wakil Perdana Menteri China, Liu He dikabarkan akan membatalkan perjalanannya ke Washington yang sebelumnya direncanakan pada hari Rabu (8/5/2019), berdasarkan keterangan sumber yang dikutip dari CNBC International.
Namun setelahnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan bahwa negaranya masih mempersiapkan perjalanan ke AS untuk melakukan dialog dagang. Tapi dia tidak mengelaborasi lebih jauh dan tidak mengonfirmasi keikutsertaan Liu He dalam perjalanan tersebut.
Kalau sudah begini nasib damai dagang, menjadi tidak jelas. Potensi eskalasi perang dagang semakin menghantui.
Apabila benar perang dagang kembali berkecamuk dengan intensitas yang lebih mantap, maka perekonomian global bisa terjembab dalam perlambatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tatkala pertumbuhan ekonomi global melambat (lagi), otomatis aktivitas industri pun juga lesu. Pertumbuhan permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak berpeluang terhambat, bahkan terkontraksi.
Namun pada hari Minggu (5/5/2019), AS menempatkan kapal induk yang membawa pesawat tempur dan pesawat pengebom di kawasan timur tengah, mengutip Reuters.
Berdasarkan keterangan penasihat keamanan AS, John Bolton, hal tersebut untuk memberi pesan pada Iran bahwa serangan apapun yang mengganggu kepentingan AS akan mendapat serangan bertubi-tubi.
Penempatan kapal induk tampaknya menjadi usaha AS untuk memastikan tidak ada lagi yang membeli minyak asal Negeri Persia.
Pasokan minyak pun berpotensi semakin ketat, karena diketahui Iran merupakan produsen minyak terbesar keempat di antara angora OPEC lainnya. Ekspor minyak Iran bisa mencapai 2,5 juta barel/hari sebelum adanya sanksi.
Pun pada bulan April, ekspor minyak Iran masih hampir menyentuh 1 juta barel/hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Harga Minyak Bangkit, Setelah Sempat Anjlok Lebih 20%
Pada pukul 08:15 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli terkoreksi 0,21% ke posisi US$ 71,09/barel, setelah naik 0,55% kemarin (6/5/2019).
Adapun jenis light sweet (WTI) melemah tipis 0,02% ke level US$ 62,24/barel, setelah menguat 0,5% kemarin.
Pasca perundingan dagang pekan lalu, tampaknya hubungan dagang AS-China semakin meregang.
Pada hari minggu, Presiden AS, Donald Trump mengancam akan memberlakukan bea impor produk China yang senilai US$ 200 miiliar sebesar 25% (meningkat dari yang semula 10%).
Trump sudah pernah mengeluarkan ancaman tersebut sebelumnya. Bahkan sedianya penigkatan bea impor tersebut akan dilakukan pada bulan Maret 2019.
Akan tetapi belakangan dirinya menunda hal itu karena melihat perkembangan dialog dagang yang positif dengan China. Bahkan Reuters sempat mengabarkan sebuah draft kesepakatan telah dibuat.
Alhasil pelaku pasar pun sudah sempat mengira kesepakatan hanya tinggal menunggu waktu. Trump juga sebelumnya mengatakan hasil kesepakatan dapat diumumkan Jumat ini (10/5/2019).
Namun ternyata kemungkinan tidak ada damai dagang sama sekali kembali mencuat.
Bahkan Wakil Perdana Menteri China, Liu He dikabarkan akan membatalkan perjalanannya ke Washington yang sebelumnya direncanakan pada hari Rabu (8/5/2019), berdasarkan keterangan sumber yang dikutip dari CNBC International.
Namun setelahnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang mengatakan bahwa negaranya masih mempersiapkan perjalanan ke AS untuk melakukan dialog dagang. Tapi dia tidak mengelaborasi lebih jauh dan tidak mengonfirmasi keikutsertaan Liu He dalam perjalanan tersebut.
Kalau sudah begini nasib damai dagang, menjadi tidak jelas. Potensi eskalasi perang dagang semakin menghantui.
Apabila benar perang dagang kembali berkecamuk dengan intensitas yang lebih mantap, maka perekonomian global bisa terjembab dalam perlambatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tatkala pertumbuhan ekonomi global melambat (lagi), otomatis aktivitas industri pun juga lesu. Pertumbuhan permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak berpeluang terhambat, bahkan terkontraksi.
Namun pada hari Minggu (5/5/2019), AS menempatkan kapal induk yang membawa pesawat tempur dan pesawat pengebom di kawasan timur tengah, mengutip Reuters.
Berdasarkan keterangan penasihat keamanan AS, John Bolton, hal tersebut untuk memberi pesan pada Iran bahwa serangan apapun yang mengganggu kepentingan AS akan mendapat serangan bertubi-tubi.
Penempatan kapal induk tampaknya menjadi usaha AS untuk memastikan tidak ada lagi yang membeli minyak asal Negeri Persia.
Pasokan minyak pun berpotensi semakin ketat, karena diketahui Iran merupakan produsen minyak terbesar keempat di antara angora OPEC lainnya. Ekspor minyak Iran bisa mencapai 2,5 juta barel/hari sebelum adanya sanksi.
Pun pada bulan April, ekspor minyak Iran masih hampir menyentuh 1 juta barel/hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article Harga Minyak Bangkit, Setelah Sempat Anjlok Lebih 20%
Most Popular