Ekonomi Tumbuh 'Ala Kadarnya', Rupiah Tak Bertenaga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 May 2019 12:43
Ekonomi Tumbuh 'Ala Kadarnya', Rupiah Tak Bertenaga
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih saja melemah sejak pembukaan pasar spot. Data ekonomi domestik yang 'ala kadarnya' membuat rupiah terhempas gelombang keperkasaan dolar AS di Asia. 

Pada Senin (6/5/2019) pukul 12:00, US$ 1 dihargai Rp 14.325. Rupiah melemah 0,53% dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu dan menyentuh titik terlemah sejak 3 Januari.

 
Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tetapi 'hanya' 0,14% dan dolar AS belum menyentuh Rp 14.300. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. 

Jika hari ini rupiah lagi-lagi gagal finis di zona hijau, maka rantai rupiah resmi tidak pernah menguat dalam 10 hari perdagangan terakhir. Sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 2013. 




Nasib rupiah tidak membaik kala Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019. Selama Januari-Maret tahun ini, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY). 

Angka yang 'ala kadarnya' tersebut lumayan jauh dibandingkan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan 5,19% sementara konsensus Reuters berada di 5,18%. 

Pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai harapan membuat pelaku pasar agak kecewa. Akibatnya data ini tidak bisa memperbaiki nasib rupiah, yang hanyut disapu ombak penguatan dolar AS yang melanda Asia. 

Baca:
Pertumbuhan Ekonomi Buat 'Penonton' Kecewa, Rupiah Pun Merana

Ya, memang tidak hanya rupiah yang melemah hari ini. Hampir seluruh mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS, hanya menyisakan yen Jepang di zona hijau. 

Rupiah menjadi mata uang terlemah ketiga di Asia. Posisi juru kunci ditempati oleh yuan China, dan won Korea Selatan tepat di atasnya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS memang sedang perkasa, tidak hanya di Asia tetapi juga secara global. Pada pukul 12:12 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,05%. 

Investor yang berpaling ke dolar AS (dan yen) adalah pertanda sedang ada risiko tinggi di pasar. Semua bermain aman, sehingga aset-aset di negara berkembang mengalami tekanan jual. 

Kemungkinan besar situasi ini disebabkan oleh perkembangan terbaru hubungan dagang AS-China. Tadi malam waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump mencuitkan sesuatu yang mengguncang dunia. 

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam data-data ekonomi kita yang bagus. Jadi yang 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%. Bea masuk ini berdampak kecil terhadap harga produk. Dialog dagang tetap berlanjut, tetapi terlalu lamban, karena mereka berupaya melakukan renegosiasi. Tidak!" cuit Trump di Twitter. 

Sampai akhir pekan lalu, harapan damai dagang AS-China masih begitu terbuka. Bahkan delegasi China masih melakukan dialog dengan perwakilan AS di Washington. 


Namun utas (thread) cuitan Trump tersebut membuat semuanya seolah buyar. AS ternyata masih galak kepada China. Sesuatu yang sangat mungkin membuat Beijing murka. 

Mengutip Wall Street Journal, sumber di lingkaran dalam pemerintah China menegaskan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk membatalkan proses negosiasi dagang dengan AS. Setiap aksi menimbulkan reaksi, apa yang dilakukan Trump sudah menciptakan 'api'. 

Harapan damai dagang perlahan berganti menjadi kekhawatiran dimulainya kembali perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi. Hal ini tentu sangat membuat investor cemas, sehingga tidak ada yang berani mengambil risiko. 


Di pasar saham Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 1,15% kala penutupan perdagangan Sesi I. Investor asing membukukan jual bersih Rp 419,53 miliar. 

Sementara di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) surat utang seri acuan tenor 10 tahun naik 3 basis poin pada pukul 12:23 WIB. Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual. 

Seretnya arus modal dari pasar keuangan membuat rupiah goyah, tidak punya modal untuk menguat. Akibatnya rupiah menjadi salah satu mata uang terlemah di Benua Kuning.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular