Tulah Cuitan Trump, IHSG Anjlok & Terlemah Sejak Awal 2019

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 May 2019 09:33
Tulah Cuitan Trump, IHSG Anjlok & Terlemah Sejak Awal 2019
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung anjlok sebesar 1,02% untuk mengawali perdagangan pertama di pekan ini. Pada pukul 9:23 WIB, koreksi IHSG sudah menjadi bertambah dalam yakni sebesar 1,34% ke level 6.233,87. IHSG kini berada di titik terlemahnya sejak 3 Januari silam.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia lainnya yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Shanghai anjlok 3,17%, indeks Hang Seng jatuh 2,51%, dan indeks Straits Times terpangkas 2,86%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Jepang dan Korea Selatan diliburkan pada hari ini.

Eskalasi perang dagang AS-China membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di bursa saham Asia dengan intensitas yang besar. Meski banyak pihak menyebut bahwa dialog dagang di Beijing pekan lalu menelurkan hasil positif, tetapi Presiden AS Donald Trump ternyata memutuskan untuk menaikkan bea masuk atas importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar.

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam data-data ekonomi kita yang bagus. Jadi yang 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%. Bea masuk ini berdampak kecil terhadap harga produk. Dialog dagang tetap berlanjut, tetapi terlalu lamban, karena mereka berupaya melakukan renegosiasi. Tidak!" cuit Trump melalui akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.

Lantas, ekspektasi bahwa AS-China akan segera meneken kesepakatan dagang praktis langsung memudar dan berganti menjadi kekhawatiran bahwa laju perekonomian kedua negara, khususnya China, akan semakin tersakiti oleh eskalasi perang dagang.

Jika itu yang terjadi, maka laju perekonomian dunia akan ikut terkena dampak negatifnya. Wajar jika instrumen berisiko seperti saham dihindari investor pada awal pekan ini.
Kuatnya dorongan jual yang datang dari eskalasi perang dagang AS-China membuat sentimen positif dari dalam negeri berupa rilis angka pertumbuhan ekonomi menjadi tak terasa. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,19 secara tahunan (year-on-year/YoY) pada 3 bulan pertama tahun ini, lebih tinggi dari kuartal-I 2018 dan juga kuartal-IV 2018 yang masing-masing sebesar 5,06% YoY dan 5,18% YoY.

Jika sesuai proyeksi, maka pertumbuhan ekonomi kuartal-I tahun ini akan menjadi pertumbuhan ekonomi kuartal-I terbaik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Tanda-tanda kuatnya laju perekonomian Indonesia dalam 3 bulan pertama tahun ini memang sudah terlihat sebelumnya. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada Januari 2019, berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2% secara tahunan, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%. Pada Februari 2019, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1%, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5% saja.

Mengingat lebih dari 50% perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga, pesatnya penjualan barang-barang ritel jelas mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang oke pada kuartal-I 2019.

Namun sayang, rilis angka pertumbuhan ekonomi yang kemungkinan akan memuaskan ini tak mampu mendorong investor untuk melakukan aksi beli di bursa saham tanah air.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular