Dolar Terlalu Perkasa, Rupiah Terlemah Ketiga di Asia

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 May 2019 14:06
Risiko Ekonomi Gobal di Ujung Tanduk
Foto: Angin Segar Runding Dagang AS-China (CNBC Indonesia TV)
Nasib damai dagang AS-China yang sudah di ujung tanduk membuat gairah investasi pada aset berisiko di pasar negara berkembang hari ini agak kurang.

Pasalnya pelaku pasar dibuat kecewa setelah sebelumnya berharap keputusan damai dagang diumumkan hari ini.

Seperti diketahui sejak hari Selasa (30/4/2019), Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer dan Menteri keuangan AS, Steven Mnuchin terbang ke Beijing untuk melakukan dialog tatap muka dengan delegasi China yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri, Liu He.

Mengutip CNBC International, Kamis (2/5/2019), beberapa sumber mengatakan bahwa kesepakatan dagang antara AS-China bisa diumumkan hari ini.

Politico juga melaporkan bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Akan tetapi hari ini Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Sanders menampik kabar tersebut. Dirinya mengatakan bahwa Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping baru akan memutuskan kesepakatan setelah akhir dari negosiasi pekan depan. Artinya, baik China maupun AS masih belum memutuskan akan mengambil kesepakatan atau tidak. Peluang damai dagang AS-China gagal pun masih ada.

Bila benar gagal, maka dua raksasa ekonomi dunia akan kembali perang bea impor. Bahkan Trump sudah bermaklumat akan meningkatkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%) bila tidak ada kesepakatan apapun.

Akibatnya, rantai pasokan global (sekali lagi) akan terhambat. Perlambatan ekonomi yang dipicu perang dagang tahun lalu bisa terulang.

Dalam kondisi ini, pelaku pasar jelas kehilangan nafsu berinvestasi pada aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular