Ya Ampun, Sudah 9 Hari Rupiah di Kurs Tengah BI Tak Menguat

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
03 May 2019 12:09
Damai Dagang AS-China Masih Bisa Batal
Foto: Bank Indonesia (REUTERS/Willy Kurniawan)
Kekecewaan investor terkait hasil perundingan dagang AS-China membuat risk appetite pada instrumen berisiko di pasar negara berkembang memudar.

Ini terjadi setelah Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Sanders mengatakan bahwa Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping baru akan memutuskan pertemuan setelah negosiasi dagang pekan depan. Artinya, Trump dan Xi Jinping masih belum memutuskan akan bertemu untuk menyegel kesepakatan. Masih ada peluang kedua negara gagal mencapai kesepakatan.

Kabar tersebut seakan menjadi hantaman keras pada pelaku pasar karena sudah banyak berharap kesepakatan bisa diumumkan hari ini.

Kemarin, beberapa sumber mengatakan bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat (3/5/2019) setelah negosiasi Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin usai menggelar dialog dengan negosiator China, mengutip CNBC International.

Politico juga melaporkan bahwa kesepakatan dagang AS-China akan membuat AS mencabut bea masuk sebesar 10% yang dibebankan kepada US$ 200 miliar produk impor asal China. Sementara itu, bea masuk senilai 25% terhadap produk impor asal Negeri Panda senilai US$ 50 miliar akan tetap dipertahankan hingga selepas pemilihan presiden tahun 2020.

Alhasil pelaku pasar balik memasang mode main aman, mengingat risiko perang dagang lanjutan ternyata masih ada. Investasi pada aset-aset berisiko pun cenderung ditinggalkan.

Dalam kesempatan tersebut, dolar AS sebagai safe haven menjadi pilihan paling primadona.

Bukan tanpa alasan, karena greenback terindikasi tetap perkasa hingga akhir tahun ini.

Kemarin, pasca mengumumkan suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25%-2,5%, Gubernur Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powel tidak lagi mengeluarkan nada-nada yang kalem (dovish). Bahkan tafsir pidato Powell agak hawkish.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

Pun setelahnya, rilis data ekonomi AS juga menyilaukan. Kemarin pemesanan barang dari pabrik AS periode Maret diumumkan tumbuh hingga 1,9% dibanding bulan sebelumnya. Capaian tersebut jauh di atas prediksi konsensus yang sebesar 1%, mengutip Trading Economics. Sebagai informasi, pada bulan Februari, pesanan pabrik AS terkontraksi hingga 0,3%.

Artinya runtuh sudah kemungkinan The Fed untuk memangkas suku bunga tahun ini. Keperkasaan dolar setidaknya sudah dapat jaminan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular