Rupiah Dibantai 9 Hari, IHSG Boncos & Asing Keluar

Houtmand P Saragih & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2019 11:44
Rupiah Dibantai 9 Hari, IHSG Boncos & Asing Keluar
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka melemah 0,12%, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus bertambah dalam. Pada pukul 10:50 WIB, pelemahan IHSG telah mencapai 1,47% ke level 6.281,06. Pada perdagangan kemarin (2/5/2019), IHSG juga anjlok lebih dari 1%, yakni sebesar 1,25%.

Secara sektoral, sektor jasa keuangan yang anjlok 1,42% menjadi sektor dengan kontribusi terbesar bagi koreksi IHSG. Sektor jasa keuangan anjlok seiring dengan aksi jual yang menerpa saham-saham bank BUKU 4: harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 2,12%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 0,97%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,92%, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,7%.

Saham-saham bank besar di tanah air menjadi sasaran jual investor lantaran kinerja rupiah yang begitu memprihatinkan. Dibuka melemah 0,04% di pasar spot, depresiasi rupiah kini telah mencapai 0,21% ke level Rp 14.275/dolar AS. Rupiah kini berada di titik terlemahnya sejak 11 Maret silam.

Ini membuat investor asing ikut mengobral saham di Bursa Efek Indonesia. Net sell atau jual bersih investor asing tercatat mencapai Rp 339,8 milar.



Jika bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menjadi hari ke-9 secara beruntun di mana rupiah tak pernah mencetak apresiasi. Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran pemilihan umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Kala rupiah terus saja gagal menguat bahkan cenderung melemah, tentu ada kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) dari bank-bank besar akan terkerek naik dan menekan profitabilitas mereka.
Kinclongnya data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam membuat dolar AS begitu berkilau di mata pelaku pasar dalam beberapa waktu terakhir. Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kuatnya angka pertumbuhan ekonomi AS kemudian mendorong The Federal Reserve selaku bank sentral AS untuk mengeluarkan pernyataan yang jauh dari nada dovish.

Pasca mengumumkan bahwa tingkat suku bunga acuan dipertahankan di level 2,25%-2,5%, pada hari Rabu (1/5/2019) waktu setempat, Gubernur The Fed Jerome Powell mengeluarkan pernyataan yang mengindikasikan bahwa suku bunga acuan akan terus dipertahankan hingga akhir tahun.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.

Padahal sebelumnya, pelaku pasar berekspektasi bahwa akan ada pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Seiring dengan semakin memudarnya ekspektasi bahwa tingkat suku bunga acuan akan dipangkas pada tahun ini, praktis dolar AS menjadi memiliki energi untuk menguat melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular