Inflasi April Tinggi, Investor Galau & IHSG Anjlok 1,06%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 May 2019 12:36
Inflasi April Tinggi, Investor Galau & IHSG Anjlok 1,06%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat tipis 0,04%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru anjlok hingga 1,06% per akhir sesi 1 ke level 6.386,6.

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan menguat, di mana indeks Hang Seng naik 0,63% dan indeks Kospi naik 0,45%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Jepang dan China diliburkan pada hari ini.

Bursa saham Benua Kuning berhasil merangsek ke zona hijau seiring dengan damai dagang AS-China yang kian dekat saja. Sebelumnya pelaku pasar sempat ragu bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa segera diteken.

Pasalnya, sebelum menggelar pertemuan dengan delegasi AS pada hari Selasa (30/4/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.

"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Namun, selepas perdagangan selesai digelar, perkembangannya justru mengindikasikan bahwa kesepakatan dagang kian dekat.

"Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan saya baru saja menyelesaikan pertemuan yang produktif dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He. Kami akan melanjutkan perbincangan kami di Washington pekan depan," cuit Mnuchin melalui akun Twitter-nya @stevenmnuchin1 pada tanggal 1 Mei.

Lebih lanjut, beberapa orang sumber mengatakan kepada CNBC International bahwa kesepakatan dagang AS-China bisa diumumkan pada hari Jumat mendatang (3/5/2019).

Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Jika kesepakatan dagang bisa segera disegel, ada kemungkinan bahwa pengenaan bea masuk tersebut akan dicabut, mendorong perekonomian AS dan China melaju lebih kencang.
Hasil pertemuan The Federal Reserve selaku bank sentral AS sukses memantik aksi jual di bursa saham tanah air. Walaupun menahan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5% seperti ekspektasi, Jerome Powell dan kolega ternyata mengeluarkan pernyataan yang jauh dari kata dovish.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan untuk saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

Sebelumnya, kuatnya laju perekonomian AS sudah terbaca dari angka pertumbuhan ekonominya. Pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 belum lama ini diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tambah Powell.

Padahal, di tengah berbagai ketidakpastian yang menyelimuti perekonomian dunia, nada-nada dovish dari The Fed menjadi sesuatu yang sangat dinantikan pelaku pasar. Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari rilis angka inflasi yang mengecewakan. Sekitar sejam menjelang penutupan perdagangan sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode April 2019.

Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,44% secara bulanan, di atas konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,3%. Secara tahunan, tingkat inflasi pada bulan lalu adalah sebesar 2,83%.

Sebelum angka inflasi dirilis, IHSG ditransaksikan melemah 0,83% ke level 6.401,72, sebelum kemudian memperlebar pelemahannya menjadi 1,06% per akhir sesi 1.

Sejatinya, angka inflasi yang berada di atas ekspektasi bisa mengindikasikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia masih kuat memasuki kuartal-II 2019. Sepanjang kuartal-I 2019, konsumsi masyarakat Indonesia terbilang kuat.

Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1% secara tahunan pada Februari 2019, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5%.

Lantas, sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk periode Januari 2019, penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2%, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%.

Namun, penyebab utama inflasi bulan April lebih tinggi dari ekspektasi adalah kenaikan harga bahan makanan yang mencapai 1,45%. Padahal, konsumsi masyarakat baru bisa dibilang kuat jika inflasi disumbang oleh komponen lainnya yang tak termasuk ke dalam kategori volatile.



Memasuki bulan Ramadan, jika tak ada kontrol yang baik dari pemerintah, harga bahan makanan bisa semakin melejit yang pada akhirnya justru akan menekan konsumsi masyarakat Indonesia.

Bermain aman, saham-saham sektor barang konsumsi sudah terlebih dulu dilego investor, menyeret IHSG ke zona merah. Hingga akhir sesi 1, indeks sektor barang konsumsi jatuh sebesar 0,89%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular