Duh, Sudah 6 Hari Rupiah Tak Pernah Menguat

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 April 2019 08:50
Duh, Sudah 6 Hari Rupiah Tak Pernah Menguat
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah langsung terdepresiasi melawan dolar AS pada pembukaan perdagangan di pasar spot hari ini, Senin (29/4/2019). Mata uang Garuda melemah 0,04% ke level Rp 14.185/dolar AS.

Jika bertahan hingga akhir perdagangan nanti, maka rupiah resmi tak pernah mencetak apresiasi dalam 6 hari perdagangan terakhir.

Kali terakhir rupiah menguat adalah sehari selepas gelaran Pemilihan Umum atau pada tanggal 18 April silam. Selepas itu, rupiah ditransaksikan melemah atau setidaknya flat.

Pada hari ini, rupiah tak melemah sendirian. Mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya juga melemah melawan dolar AS.

Namun, pelemahan rupiah menjadi yang terdalam ketiga. Kinerja rupiah hanya lebih baik dari won Korea dan peso Filipina yang masing-masing melemah sebesar 0,09% dan 0,08%.



Investor memang sedang bernafsu untuk memburu dolar AS pada hari ini, seiring dengan kinclongnya data ekonomi yang dirilis di Negeri Paman Sam.

Menjelang akhir pekan kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.


Rilis data tersebut melengkapi rangkaian rilis data ekonomi AS sebelumnya yang juga oke. Pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) diumumkan naik 2,7% MoM pada bulan Maret, menandai kenaikan tertinggi sejak Agustus 2018 dan jauh mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja.

Kemudian, pemesanan barang-barang tahan lama inti (mengeluarkan komponen transportasi) naik 0,4% secara bulanan, juga di atas konsensus yang sebesar 0,2%.

Lebih lanjut, penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%.

Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja.

Deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Praktis, dolar AS menjadi memiliki daya tarik yang besar.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 28 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah sebesar 40,8%, turun dari posisi bulan yang lalu sebesar 41,1%.

Sementara itu, peluang pemangkasan sebesar 50 bps turun menjadi 18,3%, dari yang sebelumnya 23,3%.

LANJUT KE HALAMAN BERIKUTNYA>>

Dari dalam negeri, tak ada suntikan energi bagi rupiah dari Bank Indonesia (BI). Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang hasilnya diumumkan pada hari Kamis lalu (25/4/2019) memutuskan bahwa 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di level 6%.

Memang, dengan tingkat suku bunga acuan saat ini saja, pasar obligasi Indonesia masih memberikan imbal hasil (yield) yang menarik. Masih terdapat selisih (spread) yang besar antara yield dan inflasi.

Survei pemantuan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dilakukan BI pada minggu keempat April 2019 mencatat bahwa terjadi inflasi 0,35% secara bulanan.


"Minggu ke empat April kami perkirakan 0,35%. Secara tahunan 2,74%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Jumat (26/4/2019).

Inflasi merupakan variabel penting bagi investor dalam menentukan keputusan investasi di pasar obligasi.

Jika inflasi rendah, maka obligasi akan menjadi menarik lantaran menawarkan real interest rate yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika inflasi tinggi, maka real interest rate akan menjadi lebih rendah sehingga obligasi tidak menarik.

Per akhir perdagangan pekan lalu, yield obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di level 7,78%.

Dengan spread antara yield dan inflasi yang masih besar, seharusnya aliran modal asing bisa mengalir deras ke Indonesia dan menopang kinerja rupiah.

Namun, data ekonomi AS yang kelewat oke (yang akhirnya membuat keyakinan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan memudar) terbukti lebih dominan dalam mendikte pergerakan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular