
Jokowi Effect Tak Lagi Terasa, Rupiah Terlemah Kedua di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 April 2019 20:00

Pelemahan rupiah cs di Asia termaafkan, karena dolar AS memang sedang perkasa. Tidak hanya di Asia, tetapi juga di level dunia.
Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,55%. Bahkan selama sebulan terakhir, indeks ini sudah melesat dengan penguatan mencapai 1,31%.
Investor memilih berinvestasi di dolar AS karena data-data ekonomi AS yang positif. Pada Maret, penjualan ritel di Negeri Paman Sam naik 1,6% secara bulanan, tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 0,2%.
Lalu pada Maret, pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) made in the USA naik 2,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi kenaikan paling tajam sejak Agustus 2018.
Kemudian pemesanan barang modal inti (non-pertahanan dan pesawat) naik 1,3% month-on-month (MoM) menjadi US$ 70 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Pertumbuhannya juga menjadi yang terbaik sejak Juli 2018.
Sementara di negara lain yang terjadi sebaliknya. Angka pembacaan awal indeks iklim bisnis Jerman untuk periode April adalah 99,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 99,7.
Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa. Jika Jerman lesu, maka seluruh Benua Biru bisa ikut lesu.
Sedangkan pada kuartal I-2019, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan tercatat 1,8% year-on-year (YoY). Jauh di bawah ekspektasi pasar yaitu 2,5%, dan menjadi laju terlemah sejak kuartal III-2009 atau nyaris 10 tahun.
Jadi tidak heran dolar AS masih menyimpan pesona tersendiri. Sebab bagaimana pun prospek perekonomian Negeri Adidaya masih lebih baik ketimbang negara-negara lain.
Sementara dari dalam negeri, Jokowi Effect yang pekan lalu begitu sukses mengangkat rupiah kini sudah tidak mempan lagi. Padahal pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin berpeluang menjadi pemenang Pemilu 2019 yang berarti menjanjikan stabilitas dan prediktabilitas kebijakan pemerintah dalam lima tahun ke depan.
Namun ternyata sentimen itu temporer belaka. Bahkan kalau dihitung-hitung, dampak Jokowi Effect hanya terasa sehari.
Apalagi Bank Indonesia (BI), sesuai perkiraan, mempertahankan suku bunga acuan di anga 6%. Sehingga keputusan Gubernur Perry Warijiyo dan sejawat tidak banyak mempengaruhi rupiah, dampaknya netral saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,55%. Bahkan selama sebulan terakhir, indeks ini sudah melesat dengan penguatan mencapai 1,31%.
Lalu pada Maret, pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) made in the USA naik 2,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi kenaikan paling tajam sejak Agustus 2018.
Kemudian pemesanan barang modal inti (non-pertahanan dan pesawat) naik 1,3% month-on-month (MoM) menjadi US$ 70 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Pertumbuhannya juga menjadi yang terbaik sejak Juli 2018.
Sementara di negara lain yang terjadi sebaliknya. Angka pembacaan awal indeks iklim bisnis Jerman untuk periode April adalah 99,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 99,7.
Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa. Jika Jerman lesu, maka seluruh Benua Biru bisa ikut lesu.
Sedangkan pada kuartal I-2019, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan tercatat 1,8% year-on-year (YoY). Jauh di bawah ekspektasi pasar yaitu 2,5%, dan menjadi laju terlemah sejak kuartal III-2009 atau nyaris 10 tahun.
Jadi tidak heran dolar AS masih menyimpan pesona tersendiri. Sebab bagaimana pun prospek perekonomian Negeri Adidaya masih lebih baik ketimbang negara-negara lain.
Sementara dari dalam negeri, Jokowi Effect yang pekan lalu begitu sukses mengangkat rupiah kini sudah tidak mempan lagi. Padahal pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin berpeluang menjadi pemenang Pemilu 2019 yang berarti menjanjikan stabilitas dan prediktabilitas kebijakan pemerintah dalam lima tahun ke depan.
Namun ternyata sentimen itu temporer belaka. Bahkan kalau dihitung-hitung, dampak Jokowi Effect hanya terasa sehari.
Apalagi Bank Indonesia (BI), sesuai perkiraan, mempertahankan suku bunga acuan di anga 6%. Sehingga keputusan Gubernur Perry Warijiyo dan sejawat tidak banyak mempengaruhi rupiah, dampaknya netral saja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular