Pemilu 2019

Jokowi Effect II Cuma Kuat Sehari, Waktu Jilid I Bagaimana?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 April 2019 11:46
Jokowi Effect II Cuma Kuat Sehari, Waktu Jilid I Bagaimana?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS sudah hampir menyentuh kisaran Rp 14.100. 

Pada Senin (22/4/2019) pukul 11:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.090. Rupiah melemah 0,36% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Jumat Agung. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah kian menjadi. Pada pukul 11:33 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 14.092 di mana rupiah melemah 0,37%.

Saat pembukaan pasar, rupiah masih belum melemah tetapi tidak menguat juga. Kala itu, US$ 1 dibanderol Rp 14.040, sama seperti posisi penutupan perdagangan sebelumnya. 


Namun seiring perjalanan pasar, rupiah terpeleset ke zona merah. Tidak sekadar terpeleset, rupiah pun semakin dalam terhisap di area depresiasi. 

Apa boleh buat, rupiah tidak berdaya menghadapi keperkasaan dolar AS yang menyapu bersih Asia. Kini tidak ada mata uang utama Benua Kuning yang mampu menguat di hadapan greenback. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 11:13 WIB: 



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS begitu perkasa karena sejumlah rilis data yang impresif. Penjualan ritel di AS pada Maret naik 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik dibandingkan Februari yang turun 0,2% MoM. 

Sementara penjualan ritel inti naik 1% MoM, juga membaik ketimbang Februari yang minus 0,3%. Penjualan ritel inti mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). 

Data lainnya adalah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. ini merupakan klaim terendah sejak September 1969. 

Oleh karena itu, tidak heran investor kembali rajin berburu dolar AS. Sebab, kini kekhawatiran soal ancaman resesi di Negeri Adidaya bisa dikesampingkan melihat konsumsi masyarakat yang masih kuat.  

Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dari pembentukan PDB di AS. Jadi dalam konsumsi yang kuat, terdapat pertumbuhan ekonomi yang sehat. 

Sementara dari dalam negeri, faktor ambil untung kemungkinan menjadi beban bagi langkah rupiah. Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat 0,35% dan menjadi mata uang terkuat di Asia. 

Apresiasi rupiah yang sudah lumayan tajam memunculkan risiko koreksi teknikal. Investor yang merasa sudah mendapat cuan yang oke dari rupiah akan tergoda melakukan aksi jual. 

Sayang sekali, karena ternyata Jokowi Effect tidak mampu menopang penguatan rupiah lebih lama lagi. Pekan lalu, sentimen ini begitu dominan dan mampu mengangkat rupiah ke posisi terhormat.

 
Namun sepertinya Jokowi Effect jilid II hanya berumur satu hari perdagangan. Padahal ada harapan sentimen ini bisa mengangkat rupiah lebih lama lagi.

Bagaimana dengan Jokowi Effect jild I pada 2014? Apakah sama saja, atau bisa bertahan lebih lama?

Ternyata sama saja. Jokowi Effect perdana hanya mampu mengatrol rupiah selama sehari...

Pada 2014, Pilpres dilaksanakan pada 9 Juli. Pada 10 Juli, rupiah berhasil menguat 0,43% setelah hasil hitung cepat (quick count) memperkirakan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul atas Prabowo Subianto-M Hatta Rajasa. Namun pada 11 Juli, rupiah melemah 0,09%.

 

Jadi, sebenarnya jangan heran, ojo gumunan, kalau Jokowi Effect versi 2019 cuma kuat bertahan sehari. Sebab pada 2014 pun sama saja, tidak bisa bertahan lama.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular