Pemilu 2019

Mata Uang Asia Melemah, Rupiah Ditolong 'Invisible Hand'

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 April 2019 08:36
Mata Uang Asia Melemah, Rupiah Ditolong 'Invisible Hand'
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belum bergerak di perdagangan pasar spot hari ini. Sepertinya rupiah agak galau, seakan kehabisan bensin dan berhenti di rest area. 

Pada Senin (22/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.040 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Jumat Agung. 

Sepanjang pekan lalu, rupiah menguat 0,35% terhadap dolar AS. Meski penguatannya tidak 'wah', itu sudah cukup membuat rupiah jadi mata uang terbaik di Asia. 


Namun pagi ini rupiah seakan hilang semangat. Mata uang Asia yang pekan lalu menggebu-gebu kini lesu. 

Walau demikian nasib rupiah masih lebih baik ketimbang mayoritas mata uang utama Asia yang melemah di hadapan dolar AS. Hanya yuan China dan rupee India yang masih bisa menguat. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:17 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS mendapat kekuatan atas mata uang Asia karena data-data ekonomi yang ciamik. Penjualan ritel di AS pada Maret naik 1,6% month-on-month (MoM), kenaikan tertinggi sejak September 2017. Jauh membaik dibandingkan Februari yang turun 0,2% MoM. 

Sementara penjualan ritel inti naik 1% MoM, juga membaik ketimbang Februari yang minus 0,3%. Penjualan ritel inti mencerminkan konsumsi rumah tangga dalam komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). 

Data lainnya adalah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 April turun 5.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 192.000. ini merupakan klaim terendah sejak September 1969. 

 

Data ini menggambarkan bahwa daya beli dan konsumsi tetap kuat sehingga sepertinya akan sulit melihat laju inflasi melambat. Ketika inflasi terakselerasi dan stabil di kisaran 2% seperti yang ditargetkan The Federal Reserve/The Fed, maka peluang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil.

Saat ini dolar AS tidak bisa berharap Federal Funds Rate naik seperti tahun lalu, tidak turun saja sudah alhamdulillah. Suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25-2,5% (median 2,375%) sudah cukup untuk menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Oleh karena itu, rupiah cs di Asia harus tetap waspada. 

Apalagi dolar AS dapat tambahan tenaga dari pelemahan euro. Sepanjang pekan lalu, maka uang Benua Biru melemah 0,48% terhadap dolar AS. 

Euro yang lesu disebabkan oleh aktivitas ekonomi juga loyo. Angka pembacaan awal Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Jerman keluaran IHS Markit pada April adalah 44,5. Kalau angkanya di bawah 50, artinya dunia usaha tidak melakukan ekspansi malah bisa jadi ada penurunan output produksi. 

Pesan moralnya adalah rupiah tidak boleh lengah. Sebab dolar AS siap menerkam kapan saja. 

Namun, rupiah yang belum melemah seakan masih ditopang oleh sebuah 'tangan tak terlihat' yaitu sisa-sisa optimisme Pemilu. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga, pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amien unggul atas pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. 

Jalan Jokowi kembali ke Istana Negara untuk 5 tahun ke depan disambut positif oleh pelaku pasar, termasuk investor asing. Dengan terpilihnya Jokowi (meski masih harus menunggu hasil real count Komisi Pemilihan Umum/KPU), maka satu risiko sudah gugur yaitu ketidakpastian.

Kebijakan pemerintah yang ada saat ini kemungkinan akan diteruskan, tidak ada perubahan yang signifikan. Tidak ada ketidakpastian, investor tidak perlu menerka-nerka seperti apa arah kebijakan pemerintah ke depan. Harapan tersebut membuat pelaku pasar, terutama asing, masih berkenan masuk ke pasar keuangan Indonesia. 

Akan tetapi, sampai kapan the invisible hand bernama Jokowi Effect manjur untuk membuat rupiah tahan lama? Sekarang saja rupiah 'cuma'' stagnan, belum bisa beringas seperti pekan lalu. Apakah Jokowi Effect berakhir hari ini, atau masih bisa berlanjut?


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular