Terima Kasih Saham Telkom dkk, IHSG Selamat & Nomor 2 di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 April 2019 17:01
Terima Kasih Saham Telkom dkk, IHSG Selamat & Nomor 2 di Asia
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air diterpa tekanan jual sedari pagi hari. Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 0,36% ke level 6.349,92. Namun, perlahan tetapi pasti, IHSG bisa membalikkan keadaan.

Per akhir sesi 1, IHSG menguat 0,05% ke level 6.375,69. Per akhir sesi 2, penguatan IHSG menjadi kian tinggi yakni sebesar 0,44% ke level 6.401,08.

IHSG menguat kala indeks saham kawasan Asia lainnya ditransaksikan bervariasi. Penguatan sebesar 0,44% sudah cukup untuk menjadikan IHSG indeks saham dengan kinerja terbaik kedua di Asia. Kinerja IHSG hanya kalah dari indeks Sensex (India) yang menguat hingga 0,78%.



Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendorong kenaikan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+2,09%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+3,69%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,32%), PT Bank Danamon Tbk/BDMN (+4,68%), dan PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,45%).

Kabar positif pada perdagangan hari ini datang dari pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa Presiden China Xi Jinping akan berkunjung ke Gedung Putih dalam waktu dekat. Kemungkinan besar, tujuannya adalah untuk menyegel kesepakatan dagang kedua negara.

Sebelumnya Trump sudah sering mengatakan bahwa jika AS dan China mampu mencapai kesepakatan dagang, pertemuan dirinya dengan Xi akan dilakukan untuk urusan finalisasi.

Namun di sisi lain, pelaku pasar menilai bahwa pertemuan Trump dengan Xi masih bisa dibatalkan. Pasalnya, ada tahapan sulit yang harus dilewati terlebih dahulu. Pada 30 April mendatang, delegasi AS akan bertandang ke Beijing guna menggelar negosiasi dagang lanjutan dengan China.

Dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Selasa (23/4/2019) malam waktu setempat atau Rabu (23/4/2019) pagi waktu Indonesia, Gedung Putih mengatakan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin akan memimpin delegasi AS.

Dalam pertemuan pekan depan, isu-isu krusial yang selama ini sulit sekali untuk dipecahkan seperti pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa akan kembali dibahas.

Jika sampai negosiasi pekan depan berjalan tak mulus, bukan tak mungkin Xi akan batal bertandang ke AS dan damai dagang yang sudah sangat-sangat diharapkan pelaku pasar menjadi sirna, atau setidaknya kembali mundur.

Selain itu, rilis data ekonomi di Jepang yang mengecewakan ikut membuat investor di bursa saham regional melakukan aksi jual. Pada hari ini, produksi industri periode Maret 2019 (pembacaan awal) diumumkan jatuh 4,6% secara tahunan, jauh lebih dalam ketimbang konsensus yang memperkirakan penurunan sebesar 0,6% saja, seperti dilansir dari Trading Economics.

Tingkat pengangguran Jepang periode Maret 2019 diumumkan di level 2,5%, di atas konsensus yang sebesar 2,4%, seperti dilansir dari Trading Economics. Capaian tersebut juga melonjak dari posisi Februari yang sebesar 2,3%.

Mengingat status Jepang selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China, tentulah tekanan bagi perekonomian Jepang akan berdampak negatif terhadap perekonomian dunia.
Kinclongnya rilis data ekonomi di AS terbukti malah menjadi petaka bagi bursa saham regional. Kemarin (25/4/2019), pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) diumumkan naik 2,7% MoM pada bulan Maret, menandai kenaikan tertinggi sejak Agustus 2018 dan jauh mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti (mengeluarkan komponen transportasi) naik 0,4% secara bulanan, juga di atas konsensus yang sebesar 0,2%, dilansir dari Forex Factory.

Rilis data tersebut melengkapi rangkaian rilis data ekonomi AS sebelumnya yang juga oke. Belum lama ini, penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 diumumkan naik sebesar 1,6% secara bulanan, menandai kenaikan tertinggi sejak September 2017 dan jauh membaik dibandingkan capaian bulan Februari yakni kontraksi sebesar 0,2%. Capaian pada bulan Maret juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,9% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel inti (mengeluarkan komponen mobil) periode Maret 2019 tumbuh sebesar 1,2% secara bulanan, membaik ketimbang bulan Februari yang minus 0,2%. Capaian tersebut juga juga berhasil mengalahkan konsensus yakni pertumbuhan sebesar 0,7% saja, seperti dilansir dari Forex Factory.

Deretan data ekonomi yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar. Padahal, di saat risiko perang dagang masih menyelimuti, baik itu perang dagang AS-China maupun AS-Uni Eropa, tingkat suku bunga acuan yang rendah menjadi opsi yang terbaik di mata investor.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 April 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah sebesar 40,8%, turun dari posisi sehari sebelumnya yang sebesar 41,1%. Sementara itu, peluang pemangkasan sebesar 50 bps turun menjadi 16,3%, dari yang sebelumnya 17,1%. Kejatuhan IHSG yang sudah kelewat banyak membuat saham-saham di tanah air menjadi menarik untuk dikoleksi. Dalam periode 18-25 April, IHSG sudah jatuh sebesar 2,07%.

Apalagi, kinerja rupiah pada hari ini terbilang oke. Jika dalam 3 hari terakhir rupiah selalu melemah melawan dolar AS di pasar spot, pada hari ini rupiah berhasil menghindarkan diri dari zona depresiasi, walaupun juga tak mencetak apresiasi. Rupiah ditutup menguat di level Rp 14.180/dolar AS, sama dengan level pada penutupan perdagangan kemarin.

Anjloknya harga minyak mentah dunia menjadi kunci dalam menghindarkan rupiah dari zona depresiasi. Hingga sore hari, harga minyak WTI kontrak pengiriman bulan Mei anjlok 1,23% ke level US$ 64,41/barel, sementara brent kontrak pengiriman bulan Juni ambruk 1,09% ke level US$ 73,54/barel.

Kala harga minyak berada dalam level yang relatif rendah, ada kemungkinan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) bisa ditekan.

Sebagai informasi, sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular