Harga Minyak Dunia Tinggi, RI Untung atau Buntung?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
25 April 2019 17:24
Pemerintah sudah untung, rakyat bagaimana?
Foto: Infografis/Blok Corridor/Edward Ricardo
Nah ini persoalan lain. Hingga sat ini, Indonesia masih menjadi negara net importir minyak. Artinya, meskipun sudah memiliki produksi minyak sendiri, tapi tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat.

Kala harga minyak meningkat, maka biaya impor juga sudah pasti juga naik (asumsi kurs tetap). Akan ada lebih banyak uang yang berhamburan keluar dari Ibu Pertiwi. Akibatnya, neraca transaksi berjalan (current account) akan semakin terbebani.

Berbeda dengan aliran uang di pasar keuangan (seperti pasar saham) yang mudah keluar masuk dalam sekejap, current account cenderung bertahan lama.

Bila banyak uang yang masuk ke Indonesia dari current account, maka akan menjadi energi yang mantap bagi rupiah untuk menahan tekanan mata uang lain.

Sayangnya, sudah sejak tahun 2011 Indonesia selalu menikmati yang namanya defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD). Pada akhir tahun 2018, CAD Indonesia sebesar 3,57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Kala itu pun salah satu faktor yang menyebabkan pembengkakan CAD juga harga minyak. Sepanjang tahun 2018, rata-rata harga Brent mencapai US$ 71,67/barel.

Jika (semoga tidak) tahun ini CAD tidak menipis, atau bahkan melebar lagi, rupiah bisa jadi tak kuat menahan mata uang asing, seperti yang juga terjadi pada tahun 2018. Sepanjang tahun 2018, rupiah melemah 5,97%.

Memang, harga minyak bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi CAD. Masih ada komponen lain di sektor riil, seperti neraca perdagangan barang, jasa, dan transaksi primer. Maka dari itu, semoga saja kinerja sektor riil Indonesia bisa membaik di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular