Ditekan Luar-Dalam, IHSG Terburuk Kedua di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 April 2019 16:47
Ditekan Luar-Dalam, IHSG Terburuk Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,16% pada perdagangan hari ini ke level 6.372,79.

Sejatinya, mayoritas indeks saham kawasan Asia lainnya juga melemah. Namun, koreksi yang dialami IHSG menjadi yang kedua terdalam. Kinerja IHSG hanya lebih baik dari indeks Shanghai yang ambruk hingga 2,43%.



Bursa saham Benua Kuning mengekor jejak Wall Street. Pada penutupan perdagangan kemarin (24/4/2019), indeks Dow Jones dan S&P 500 sama-sama ditutup melemah 0,22%, sementara indeks Nasdaq Composite jatuh 0,23%.

Aksi ambil untung melanda Wall Street. Maklum, pada penutupan perdagangan hari Selasa (23/4/2019), indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berada di posisi tertinggi sepanjang masa.

Lebih lanjut, rilis data ekonomi yang mengecewakan ikut memantik aksi jual di bursa saham Asia. Pada hari ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan periode kuartal-I 2019 diumumkan di level 1,8% YoY, jauh lebih rendah ketimbang konsensus yang sebesar 2,5% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Terakhir, ribut-ribut AS dengan Uni Eropa di bidang perdagangan masih membebani kinerja bursa saham regional.

Melalui sebuah cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kegeramannya kepada Uni Eropa seiring dengan anjloknya laba bersih pabrikan motor Harley Davidson pada kuartal-I 2019 yang nyaris mencapai 27%.

Harley Davidson mengatakan bahwa menurunnya permintaan, biaya impor bahan baku yang lebih tinggi (karena bea masuk yang dikenakan AS), dan bea masuk yang dikenakan Uni Eropa terhadap produk perusahaan merupakan 3 faktor utama yang membebani bottom line mereka.

"Sangat tidak adil bagi AS. Kami akan membalas!" tegas Trump.

Lantas, perang dagang AS-Uni Eropa kian menjadi sebuah keniscayaan. Pasalnya, ancam-mengancam mengenakan bea masuk bukan kali ini saja terjadi. Beberapa waktu yang lalu, Trump mengungkapkan rencana untuk memberlakukan bea masuk bagi impor produk Uni Eropa senilai US$ 11 miliar.

Rencana tersebut dilandasi oleh kekesalannya yang menuding bahwa Uni Eropa memberikan subsidi yang kelewat besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.
Dari dalam negeri, hasil hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) menambah tekanan bagi IHSG. Pada siang hari ini, BI mengumumkan bahwa 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di level 6%.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung BI, Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan 6 langkah yang akan ditembuh guna meningkatkan permintaan dari dalam negeri. Namun, tak satu pun dari langkah tersebut yang berisi atau setidaknya memberikan sinyal untuk memangkas suku bunga acuan.

Hal ini nampaknya memberikan kekecewaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, pemangkasan tingkat suku bunga acuan berpotensi mendongkrak konsumsi masyarakat Indonesia yang pada akhirnya akan direfleksikan dalam angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Sejatinya, ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuan memang bisa dibilang cukup terbuka lantaran BI sendiri memproyeksikan The Federal Reserve selaku bank sentral AS tak akan menaikkan tingkat suku bunga acuan pada tahun ini. Sepanjang 2020 pun, BI melihat tak ada kenaikan Federal Funds Rate (FFR).

Saat ini, sebenarnya pelaku pasar cukup yakin bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 25 April 2019, terdapat peluang sebesar 40,9% bahwa The Fed akan menurunkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini, melonjak dari posisi minggu lalu yang sebesar 33,2%. Sementara itu, peluang pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 50 bps adalah sebesar 16,2%, jauh lebih tinggi dari posisi minggu lalu yang sebesar 6,8%.

Jika The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan, ruang pemangkasan suku bunga acuan oleh BI lantas menjadi terbuka lebar. Namun, opsi ini tak digaungkan oleh BI dan memantik aksi jual dengan intensitas yang kian besar di pasar saham tanah air. Secara sektoral, sektor jasa keuangan (-0,74%) menjadi salah satu sektor utama yang mendorong anjloknya IHSG. Kejatuhan sektor jasa keuangan salah satunya dipicu oleh rilis kinerja keuangan dari bank-bank BUKU 4 yang mengecewakan.

Sejauh ini, ada 2 bank BUKU 4 yang sudah melaporkan kinerja keuangan untuk periode kuartal-I 2019, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, laba bersih BBNI tercatat senilai Rp 4,08 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun Reuters senilai Rp 4,06 triliun. Namun, pendapatan bunga bersih perusahaan hanya senilai Rp 8,86 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 9,63 triliun.

Kemudian, pendapatan bunga bersih BBRI pada kuartal-I 2019 diumumkan senilai Rp 19,41 triliun, di bawah konsensus yang senilai Rp 20,42 triliun. Laba bersih perusahaan adalah senilai Rp 8,2 triliun, juga di bawah konsensus yang senilai Rp 8,61 triliun.

Per akhir sesi 2, harga saham BBNI jatuh sebesar 2,04%, sementara harga saham BBRI terkoreksi 1,59%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular