Jokowi Effect Sulit Diharapkan, Rupiah Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 April 2019 16:40
Jokowi Effect Sulit Diharapkan, Rupiah Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berakhir melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah senasib dengan mayoritas mata uang utama Asia, yang juga tidak berdaya di hadapan dolar AS. 

Pada Kamis (25/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.180 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,64% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh titik terlemah sejak 3 April. 

 

Kala pembukaan pasar, rupiah masih bisa stagnan, tidak melemah tetapi tidak menguat. Namun sejurus kemudian rupiah tergelincir ke zona merah dan terjebak di sana sampai tutup lapak. Bahkan pelemahan rupiah semakin dalam.


Rupiah berkumpul dengan mayoritas mata uang utama Asia yang juga melemah di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang masih bisa menguat. 

Akan tetapi, rupiah menjadi 'spesial' karena menjadi yang terlemah kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dari won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:12 WIB:




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS menjadi favorit investor yang khawatir dengan perkembangan di Eropa. Angka pembacaan awal indeks iklim bisnis Jerman untuk periode April adalah 99,2. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 99,7. 

Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa. Jika Jerman lesu, maka seluruh Benua Biru bisa ikut lesu. Akibatnya mata uang euro dihantam aksi jual, dan aliran modal memihak kepada dolar AS. 


Kemudian, investor juga memilih bermain aman sembari menanti dialog dagang AS-China di Beijing pekan depan. Sebelum ada kabar seputar kepastian kapan perjanjian damai dagang diteken oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, tampaknya pelaku pasar memilih menahan diri. 

Dua sentimen itu berhasil meredam hasrat pelaku pasar untuk masuk ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 723,94 miliar yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,16%. 

Lalu di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) surat utang seri acuan tenor 10 tahun naik 4,1 basis poin. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena aksi jual. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Pekan ini, rupiah sudah tidak bisa lagi mengandalkan dukungan Jokowi Effect. Padahal pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin terus unggul di perhitungan riil Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Jokowi, yang merupakan presiden petahana (incumbent), lebih disukai oleh pasar karena menawarkan kepastian. Jika Jokowi kembali menempati Istana Negara, maka kebijakan pemerintah dalam 5 tahun ke depan kemungkinan tidak akan banyak berubah. Stabilitas dan prediktabilitas adalah hal yang sangat disukai investor. 

Pekan lalu, euforia Jokowi Effect begitu terasa. Namun sentimen tersebut hanya berumur pendek, bahkan sudah redup sejak awal pekan ini. 


Tanpa dukungan sentimen domestik, rupiah pun hanyut disapu gelombang penguatan dolar AS di Asia. Bahkan rupiah menjadi salah satu mata uang yang hanyut paling jauh. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular