Malangnya Rupiah: Terlemah di Asia, Terlemah Sejak 10 April

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 April 2019 08:43
Malangnya Rupiah: Terlemah di Asia, Terlemah Sejak 10 April
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Namun kemudian rupiah langsung melemah dan dolar AS kembali menembus kisaran Rp 14.100. 

Pada Kamis (25/4/2019), US$ 1 dibanderol Rp 14.090 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Namun itu tidak lama, karena sejurus kemudian rupiah langsung terjun ke zona merah. Pada pukul 08:27 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.145 di mana rupiah melemah 0,39% dan menyentuh titik terlemah sejak 10 April. 

 

Rupiah tidak sendirian, karena mayoritas mata uang utama Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Hanya yuan China, yen Jepang, dan dolar Taiwan yang masih mampu menguat. 

Depresiasi 0,39% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning. Dalam urusan melemah terhadap dolar AS, rupiah jagonya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:27 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Di tengah perdagangan yang sepi sentimen, ada data yang membuat investor pikir-pikir untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan tercatat 1,8% year-on-year (YoY). Jauh di bawah ekspektasi pasar yaitu 2,5%, dan menjadi laju terlemah sejak kuartal III-2009 atau nyaris 10 tahun. 



Selain itu, sepertinya pelaku pasar masih memilih santai dulu jelang dialog dagang AS-China di Beijing pekan depan. Investor memilih wait and see, menunggu perkembangan terbaru sebelum kembali agresif. 


Sementara dari dalam negeri, investor juga menantikan pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) siang nanti. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat masih mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 6%. 


Sepertinya pertimbangan utama BI menahan suku bunga acuan adalah perkembangan transaksi berjalan. Kalau hanya melihat inflasi, bisa saja BI sudah menurunkan 7 Day Reverse Repo Rate. Risiko inflasi sudah begitu kecil, tidak ada isu. 



Namun transaksi berjalan masih menjadi salah satu risiko besar di perekonomian Indonesia dan pengaruhnya bisa menjalar ke mana-mana, termasuk nilai tukar rupiah. 


Kalau urusannya sudah menyangkut rupiah, maka BI tentu tidak bisa tinggal diam. Transaksi berjalan yang sejatinya adalah fenomena sektor riil berubah menjadi fenomena moneter yang membutuhkan campur tangan bank sentral. 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular