
Harga Obligasi RI Terkoreksi karena Minyak Naik & Lelang
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
23 April 2019 11:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka melemah di tengah kenaikan harga minyak yang terjadi sejak kemarin, yang berisiko terhadap makroekonomi domestik. Koreksi harga tersebut juga bertepatan dengan agenda lelang rutin yang digelar pemerintah hari ini.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di mayoritas pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 2,3 basis poin (bps) menjadi 8,07%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Kenaikan harga minyak dunia yang terjadi sejak kemarin sudah menembus US$ 74 per barel, tertinggi sejak November 2018. Naiknya harga minyak berpotensi membuat persepsi terhadap kondisi makroekonomi domestik negatif karena Indonesia merupakan negara pengimpor minyak dunia, yang dapat berpengaruh pada nilai tukar dan pasar keuangan.
Yield Obligasi Negara Acuan 23 Apr'19
Sumber: Refinitiv
Dalam lelang rutin hari ini, pemerintah berniat menerbitkan tujuh seri SUN yang terdiri dari dua seri surat perbendaharaan negara (SPN) berjangka pendek dan lima seri bunga tetap (fixed rate/FR) dengan target Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.
Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra dalam risetnya memprediksi nilai penawaran yang masuk dari peserta lelang dapat mencapai Rp 45 triliun-Rp 55 triliun, lebih tinggi daripada realisasi penawaran dalam lelang SUN sebelumnya Rp 31,84 triliun.
Menurut dia, seri yang akan diburu investor adalah seri SPN dan FR0077 dan FR0078. Umumnya menjelang lelang, pasar obligasi akan tertekan karena aksi pembentukan harga dari pelaku pasar yang berharap akan adanya kenaikan yield di pasar sekunder sehingga membuat posisi tawar pemerintah dalam menetapkan yield dalam lelang akan semakin berkurang.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 953,03 triliun SBN, atau 38,52% dari total beredar Rp 2.473 triliun berdasarkan data per 18 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 59,78 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang masih menguat 0,4%. Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi masih melanda dan penguatan hanya terjadi di Malaysia. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan koreksi yang terjadi di mayoritas pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 2,3 basis poin (bps) menjadi 8,07%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Kenaikan harga minyak dunia yang terjadi sejak kemarin sudah menembus US$ 74 per barel, tertinggi sejak November 2018. Naiknya harga minyak berpotensi membuat persepsi terhadap kondisi makroekonomi domestik negatif karena Indonesia merupakan negara pengimpor minyak dunia, yang dapat berpengaruh pada nilai tukar dan pasar keuangan.
Yield Obligasi Negara Acuan 23 Apr'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 22 Apr'19 (%) | Yield 23 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 22 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.117 | 7.116 | -0.10 | 7.0879 |
FR0078 | 10 tahun | 7.617 | 7.631 | 1.40 | 7.6015 |
FR0068 | 15 tahun | 8.055 | 8.078 | 2.30 | 8.0719 |
FR0079 | 20 tahun | 8.194 | 8.202 | 0.80 | 8.1748 |
Avg movement | 1.10 |
Dalam lelang rutin hari ini, pemerintah berniat menerbitkan tujuh seri SUN yang terdiri dari dua seri surat perbendaharaan negara (SPN) berjangka pendek dan lima seri bunga tetap (fixed rate/FR) dengan target Rp 15 triliun-Rp 30 triliun.
Head of Fixed Income Research PT MNC Sekuritas I Made Adi Saputra dalam risetnya memprediksi nilai penawaran yang masuk dari peserta lelang dapat mencapai Rp 45 triliun-Rp 55 triliun, lebih tinggi daripada realisasi penawaran dalam lelang SUN sebelumnya Rp 31,84 triliun.
Menurut dia, seri yang akan diburu investor adalah seri SPN dan FR0077 dan FR0078. Umumnya menjelang lelang, pasar obligasi akan tertekan karena aksi pembentukan harga dari pelaku pasar yang berharap akan adanya kenaikan yield di pasar sekunder sehingga membuat posisi tawar pemerintah dalam menetapkan yield dalam lelang akan semakin berkurang.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 953,03 triliun SBN, atau 38,52% dari total beredar Rp 2.473 triliun berdasarkan data per 18 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 59,78 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Koreksi di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas yang masih menguat 0,4%. Dari pasar surat utang negara berkembang, koreksi masih melanda dan penguatan hanya terjadi di Malaysia. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar gilt Inggris, JGB Jepang, dan US Treasury AS.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 22 Apr'19 (%) | Yield 23 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.96 | 8.98 | 2.00 |
China | 3.419 | 3.456 | 3.70 |
Jerman | 0.024 | 0.024 | 0.00 |
Perancis | 0.367 | 0.37 | 0.30 |
Inggris | 1.197 | 1.191 | -0.60 |
India | 7.419 | 7.474 | 5.50 |
Jepang | -0.029 | -0.03 | -0.10 |
Malaysia | 3.932 | 3.911 | -2.10 |
Filipina | 6.137 | 6.137 | 0.00 |
Rusia | 8.25 | 8.25 | 0.00 |
Singapura | 2.171 | 2.181 | 1.00 |
Thailand | 2.49 | 2.5 | 1.00 |
Amerika Serikat | 2.59 | 2.578 | -1.20 |
Afrika Selatan | 8.465 | 8.465 | 0.00 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Pemerintah Cari Utang Dolar Lagi, Uangnya Buat Buyback
Most Popular