Khasiat Jokowi Effect Mulai Reda, Rupiah Tak Lagi Tahan Lama
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 April 2019 09:27

Kemudian, harga minyak juga tidak suportif buat rupiah. Pada pukul 09:09 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,04% dan 1,88%.
Lesatan harga si emas hitam disebabkan oleh akan berakhirnya masa keringanan bagi sejumlah negara untuk mengimpor minyak dari Iran. Tahun lalu, AS menjatuhkan sanksi larangan ekspor minyak kepada Negeri Persia tetapi memberi keringanan kepada delapan negara.
Nah, masa keringanan itu akan habis pada 2 Mei mendatang sehingga pasar mulai gugup. Jangan-jangan nanti pasokan minyak di pasar global bakal seret karena tidak ada pasokan dari Iran. Persepsi berkurangnya pasokan membuat harga minyak bergerak ke utara alias menguat.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih menjadi sebuah bencana. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang mau tidak mau harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akhirnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin dalam sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Sementara dari dalam negeri, ada sinyal bahwa Jokowi Effect mulai pudar. Pekan lalu, sentimen ini sangat ampuh mendorong pasar keuangan Indonesia, termasuk rupiah yang menjadi mata uang terbaik di Asia.
Namun rasanya sentimen itu sudah kadaluarsa. Jokowi Effect sudah sulit membuat rupiah bisa tahan lama, khasiatnya mulai mereda. Minimnya sentimen domestik membuat rupiah terombang-ambing terbawa arus penguatan dolar AS yang menerjang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Lesatan harga si emas hitam disebabkan oleh akan berakhirnya masa keringanan bagi sejumlah negara untuk mengimpor minyak dari Iran. Tahun lalu, AS menjatuhkan sanksi larangan ekspor minyak kepada Negeri Persia tetapi memberi keringanan kepada delapan negara.
Nah, masa keringanan itu akan habis pada 2 Mei mendatang sehingga pasar mulai gugup. Jangan-jangan nanti pasokan minyak di pasar global bakal seret karena tidak ada pasokan dari Iran. Persepsi berkurangnya pasokan membuat harga minyak bergerak ke utara alias menguat.
Jika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Akhirnya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) akan semakin dalam sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Sementara dari dalam negeri, ada sinyal bahwa Jokowi Effect mulai pudar. Pekan lalu, sentimen ini sangat ampuh mendorong pasar keuangan Indonesia, termasuk rupiah yang menjadi mata uang terbaik di Asia.
Namun rasanya sentimen itu sudah kadaluarsa. Jokowi Effect sudah sulit membuat rupiah bisa tahan lama, khasiatnya mulai mereda. Minimnya sentimen domestik membuat rupiah terombang-ambing terbawa arus penguatan dolar AS yang menerjang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular