Pemilu 2019
Rupiah Terbaik di Asia, Terima Kasih Jokowi Effect!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 April 2019 16:19

Penguatan rupiah yang tergerus dan pelemahan yang dialami mata uang Asia disebabkan semakin mantapnya kebangkitan dolar AS. Pada pukul 16:05 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat sampai 0,24%.
Investor kembali mencari keamanan dan kenyamanan di pelukan dolar AS. Sebab, ada sentimen yang membuat investor khawatir. Bank Sentral Turki melaporkan cadangan devisa pada 12 April berada di US$ 28,44 miliar. Naik dibandingkan pekan sebelumnya yang sebesar US$ 27,94 miiiar, tetapi turun ketimbang posisi akhir Maret yaitu US$ 29,71 miliar. Sebagai informasi, Bank Sentral Turki melaporkan cadangan devisa setiap minggu.
Tipisnya cadangan devisa Negeri Kebab membuat bank sentral agak terpojok. Mengutip Financial Times, Bank Sentral Turki dikabarkan menarik pinjaman jangka pendek bernilai miliaran dolar AS untuk memupuk cadangan devisa. Itu yang menyebabkan cadangan devisa pada 12 April naik dibandingkan sepekan sebelumnya.
Pelaku pasar cemas karena muncul persepsi Bank Sentral Turki tidak punya 'amunisi' yang memadai jika mata uang lira tertekan. Kita tentu ingat bagaimana tahun lalu krisis mata uang lira menyebabkan tekanan terhadap pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca:
Kisah Turki yang Mirip Indonesia Saat Krismon
Akan tetapi, rupiah mampu berdiri tegak di zona hijau karena sentimen domestik yang sangat kuat. Kemarin, rakyat Indonesia berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilu 2019.
Sampai saat ini, hitung cepat (quick count) dari sejumlah lembaga mengunggulkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Perolehan suara mereka di atas pasangan 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Jalan Jokowi menuju kursi RI-1 untuk periode kedua yang sepertinya terbuka membuat pelaku pasar bergairah. Sebab, investor (terutama asing) memang lebih menerima sosok petahana atau incumbent ketimbang figur baru.
Maklum saja, ketidakpastian adalah musuh terbesar pasar. Jika Jokowi kembali menjadi presiden, maka faktor ketidakpastian itu hilang. Selama 5 tahun ke depan, tidak akan ada perubahan kebijakan yang mendasar sehingga lebih mudah bagi pelaku pasar untuk melakukan kalkulasi.
Program-program yang sudah ada saat ini akan dilanjutkan, bahkan diperkuat. Misalnya untuk program bantuan sosial, Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang eksisting akan diperluas cakupannya menjadi KIP Kuliah.
Kemudian Jokowi juga akan punya kesempatan untuk melanjutkan reformasi struktural yang sudah dilakukan selama 5 tahun terakhir. Salah satu pekerjaan yang masih harus diselesaikan adalah mengatasi masalah defisit transaksi berjalan (current account) yang membuat rupiah rentan melemah.
Setelah yang pertama terjadi pada 2014, kini Jokowi Effect Jilid II sedang menjangkiti pasar. Sepertinya memang benar bahwa Jokowi adalah 'jagoan' investor. Saat 'jagoan' mereka menang, tidak heran investor begitu bergairah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Investor kembali mencari keamanan dan kenyamanan di pelukan dolar AS. Sebab, ada sentimen yang membuat investor khawatir. Bank Sentral Turki melaporkan cadangan devisa pada 12 April berada di US$ 28,44 miliar. Naik dibandingkan pekan sebelumnya yang sebesar US$ 27,94 miiiar, tetapi turun ketimbang posisi akhir Maret yaitu US$ 29,71 miliar. Sebagai informasi, Bank Sentral Turki melaporkan cadangan devisa setiap minggu.
Tipisnya cadangan devisa Negeri Kebab membuat bank sentral agak terpojok. Mengutip Financial Times, Bank Sentral Turki dikabarkan menarik pinjaman jangka pendek bernilai miliaran dolar AS untuk memupuk cadangan devisa. Itu yang menyebabkan cadangan devisa pada 12 April naik dibandingkan sepekan sebelumnya.
Baca:
Kisah Turki yang Mirip Indonesia Saat Krismon
Akan tetapi, rupiah mampu berdiri tegak di zona hijau karena sentimen domestik yang sangat kuat. Kemarin, rakyat Indonesia berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilu 2019.
Sampai saat ini, hitung cepat (quick count) dari sejumlah lembaga mengunggulkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Perolehan suara mereka di atas pasangan 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Jalan Jokowi menuju kursi RI-1 untuk periode kedua yang sepertinya terbuka membuat pelaku pasar bergairah. Sebab, investor (terutama asing) memang lebih menerima sosok petahana atau incumbent ketimbang figur baru.
Maklum saja, ketidakpastian adalah musuh terbesar pasar. Jika Jokowi kembali menjadi presiden, maka faktor ketidakpastian itu hilang. Selama 5 tahun ke depan, tidak akan ada perubahan kebijakan yang mendasar sehingga lebih mudah bagi pelaku pasar untuk melakukan kalkulasi.
Program-program yang sudah ada saat ini akan dilanjutkan, bahkan diperkuat. Misalnya untuk program bantuan sosial, Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang eksisting akan diperluas cakupannya menjadi KIP Kuliah.
Kemudian Jokowi juga akan punya kesempatan untuk melanjutkan reformasi struktural yang sudah dilakukan selama 5 tahun terakhir. Salah satu pekerjaan yang masih harus diselesaikan adalah mengatasi masalah defisit transaksi berjalan (current account) yang membuat rupiah rentan melemah.
Setelah yang pertama terjadi pada 2014, kini Jokowi Effect Jilid II sedang menjangkiti pasar. Sepertinya memang benar bahwa Jokowi adalah 'jagoan' investor. Saat 'jagoan' mereka menang, tidak heran investor begitu bergairah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular