
Perkasa 3 Hari Beruntun dan No 1 di Asia, Rupiah Luar Biasa!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 April 2019 16:37

Faktor eksternal dan domestik sama-sama mendukung rupiah untuk menguat. Dari sisi eksternal, rupiah dkk di Asia berhasil memanfaatkan kondisi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 16:13 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih melemah 0,15%.
Faktor penekan dolar AS hari ini adalah aura damai dagang AS-China yang kian terasa. Mengutip Reuters, dua orang sumber mengungkapkan bahwa Washington melunak dan bersedia mengurangi tuntutannya kepada Beijing.
AS melunak dalam hal kebijakan subsidi China kepada perusahaan milik negara. Sepertinya AS tidak akan banyak protes soal kebijakan ini, dan memilih fokus ke bidang lain yaitu penghapusan kewajiban alih teknologi bagi perusahaan asing, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, dan perluasan akses AS ke pasar domestik China.
Sikap AS yang melunak ini membuat pintu damai dagang dengan China menjadi semakin terbuka. Sepertinya jalan menuju ke sana masih relatif lancar, belum ada hambatan yang berarti.
Kala dua perekonomian terbesar di planet bumi sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali menggeliat. Investor kini boleh berharap pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik, sehingga investor kini kurang meminati aset-aset aman seperti dolar AS.
Selain itu, rupiah juga terbantu oleh penurunan harga minyak dunia. Pada pukul 16:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet terkoreksi masing-masing 0,53% dan 0,63%.
Bagi rupiah, koreksi harga si emas hitam adalah kabar gembira. Saat harga minyak turun, tentu biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Semakin sedikit devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak akan menyebabkan beban transaksi berjalan (current account) berkurang sehingga rupiah punya fondasi yang lebih kuat.
Sedangkan dari dalam negeri, rupiah terbantu oleh rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 540 juta pada Maret.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatat suplus dalam 2 bulan beruntun. Pada Februari, surplus neraca perdagangan adalah US$ 330 juta.
Neraca perdagangan adalah salah satu bagian dari transaksi berjalan, yang seperti sudah disinggung di atas, merupakan fondasi penting bagi rupiah. Sebab transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari sektor perdagangan ini lebih setia, lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.
Jadi kala neraca perdagangan tetap mampu dijaga surplus, maka ada harapan transaksi berjalan kuartal I-2019 akan membaik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membocorkan transaksi berjalan kuartal I-2019 memang masih defisit sekitar US$ 6,7 miliar, tetapi lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 9,15 miliar.
Rilis data neraca perdagangan hari ini semakin memberi konfirmasi bocoran dari Jokowi tersebut. Saat ada asa perbaikan di transaksi berjalan, maka rupiah akan memiliki pijakan yang lebih kuat. Jadi data neraca perdagangan hari ini sepertinya mendapat apresiasi dari pelaku pasar, sehingga rupiah mantap berjalan di jalur hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Faktor penekan dolar AS hari ini adalah aura damai dagang AS-China yang kian terasa. Mengutip Reuters, dua orang sumber mengungkapkan bahwa Washington melunak dan bersedia mengurangi tuntutannya kepada Beijing.
AS melunak dalam hal kebijakan subsidi China kepada perusahaan milik negara. Sepertinya AS tidak akan banyak protes soal kebijakan ini, dan memilih fokus ke bidang lain yaitu penghapusan kewajiban alih teknologi bagi perusahaan asing, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, dan perluasan akses AS ke pasar domestik China.
Kala dua perekonomian terbesar di planet bumi sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali menggeliat. Investor kini boleh berharap pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik, sehingga investor kini kurang meminati aset-aset aman seperti dolar AS.
Selain itu, rupiah juga terbantu oleh penurunan harga minyak dunia. Pada pukul 16:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet terkoreksi masing-masing 0,53% dan 0,63%.
Bagi rupiah, koreksi harga si emas hitam adalah kabar gembira. Saat harga minyak turun, tentu biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Semakin sedikit devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak akan menyebabkan beban transaksi berjalan (current account) berkurang sehingga rupiah punya fondasi yang lebih kuat.
Sedangkan dari dalam negeri, rupiah terbantu oleh rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 540 juta pada Maret.
Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia telah mencatat suplus dalam 2 bulan beruntun. Pada Februari, surplus neraca perdagangan adalah US$ 330 juta.
Neraca perdagangan adalah salah satu bagian dari transaksi berjalan, yang seperti sudah disinggung di atas, merupakan fondasi penting bagi rupiah. Sebab transaksi berjalan menggambarkan arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari sektor perdagangan ini lebih setia, lebih bertahan lama (sustainable) ketimbang investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.
Jadi kala neraca perdagangan tetap mampu dijaga surplus, maka ada harapan transaksi berjalan kuartal I-2019 akan membaik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) membocorkan transaksi berjalan kuartal I-2019 memang masih defisit sekitar US$ 6,7 miliar, tetapi lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 9,15 miliar.
Rilis data neraca perdagangan hari ini semakin memberi konfirmasi bocoran dari Jokowi tersebut. Saat ada asa perbaikan di transaksi berjalan, maka rupiah akan memiliki pijakan yang lebih kuat. Jadi data neraca perdagangan hari ini sepertinya mendapat apresiasi dari pelaku pasar, sehingga rupiah mantap berjalan di jalur hijau.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular