
Obligasi RI Diapresiasi Saat yang Lain Terdepresiasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
15 April 2019 11:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat tipis dihimpit sentimen positif dari sentimen global dan aktivitas perdagangan yang mulai sepi jelang pemilihan umum (Pemilu) dan Jumat Agung.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di sebagian besar pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 2,1 basis poin (bps) menjadi 0,8%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dua seri acuan lain yaitu seri 10 tahun dan 20 tahun juga menguat, sedangkan seri 15 tahun masih flat.
Sentimen positif datang dari menguatnya penyaluran kredit perbankan China yang di atas ekspektasi serta positifnya kinerja emiten di Amerika Serikat.
Yield Obligasi Negara Acuan 15 Apr'19
Sumber: Refinitiv
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 512 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 513 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,55% dari posisi pekan lalu 2,54%. Besaran spread tersebut yang masih di atas rerata 2018 450 bps menunjukkan selisih yang cukup besar sehingga dapat menjadi faktor untuk menarik minat investor asing ke pasar obligasi rupiah pemerintah.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang memang lumrah terjadi setelah perang dagang pada Agustus 2018.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 15 Apr 2019
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,41 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.537 triliun berdasarkan data per 11 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 74,16 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Malaysia, dan Afsel, sedangkan negara lain masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar OAT Perancis dan US Treasury AS, sedangkan pasar obligasi di negara maju lainnya masih terkoreksi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di sebagian besar pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 2,1 basis poin (bps) menjadi 0,8%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Dua seri acuan lain yaitu seri 10 tahun dan 20 tahun juga menguat, sedangkan seri 15 tahun masih flat.
Sentimen positif datang dari menguatnya penyaluran kredit perbankan China yang di atas ekspektasi serta positifnya kinerja emiten di Amerika Serikat.
Yield Obligasi Negara Acuan 15 Apr'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 12 Apr'19 (%) | Yield 15 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 12 Apr'19 |
FR0077 | 5 tahun | 7.166 | 7.145 | -2.10 | 7.1435 |
FR0078 | 10 tahun | 7.685 | 7.676 | -0.90 | 7.6717 |
FR0068 | 15 tahun | 8.118 | 8.118 | 0.00 | 8.0967 |
FR0079 | 20 tahun | 8.242 | 8.24 | -0.20 | 8.232 |
Avg movement | -0.80 |
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 512 bps, menyempit dari posisi akhir pekan lalu 513 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik hingga 2,55% dari posisi pekan lalu 2,54%. Besaran spread tersebut yang masih di atas rerata 2018 450 bps menunjukkan selisih yang cukup besar sehingga dapat menjadi faktor untuk menarik minat investor asing ke pasar obligasi rupiah pemerintah.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi tenor 3 bulan-5 tahun dan 2 tahun-5 tahun, yang memang lumrah terjadi setelah perang dagang pada Agustus 2018.
Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 15 Apr 2019
Seri | Benchmark | Yield 12 Apr'19 (%) | Yield 15 Apr'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 2.441 | 2.432 | 3 bulan-5 tahun | 6 |
UST 2020 | 2 Tahun | 2.396 | 2.391 | 2 tahun-5 tahun | 1.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 2.359 | 2.356 | 3 tahun-5 tahun | -1.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 2.375 | 2.372 | 3 bulan-10 tahun | -12.4 |
UST 2028 | 10 Tahun | 2.56 | 2.556 | 2 tahun-10 tahun | -16.5 |
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 967,41 triliun SBN, atau 38,12% dari total beredar Rp 2.537 triliun berdasarkan data per 11 April.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 74,16 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan hanya terjadi di Brasil, Malaysia, dan Afsel, sedangkan negara lain masih terkoreksi.
Di negara maju, penguatan hanya terjadi di pasar OAT Perancis dan US Treasury AS, sedangkan pasar obligasi di negara maju lainnya masih terkoreksi.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 12 Apr'19 (%) | Yield 15 Apr'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 8.99 | 8.98 | -1.00 |
China | 3.331 | 3.415 | 8.40 |
Jerman | 0.055 | 0.059 | 0.40 |
Perancis | 0.399 | 0.398 | -0.10 |
Inggris | 1.212 | 1.215 | 0.30 |
India | 7.371 | 7.409 | 3.80 |
Jepang | -0.053 | -0.033 | 2.00 |
Malaysia | 3.778 | 3.776 | -0.20 |
Filipina | 6.011 | 6.024 | 1.30 |
Rusia | 8.2 | 8.21 | 1.00 |
Singapura | 2.098 | 2.131 | 3.30 |
Thailand | 2.455 | 2.49 | 3.50 |
Amerika Serikat | 2.56 | 2.556 | -0.40 |
Afrika Selatan | 8.49 | 8.485 | -0.50 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular