
Data Inflasi AS Bervariasi, Dolar Susah Bangkit
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 April 2019 20:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar AS masih terlihat kesulitan untuk bangkit dari tekanan, jelang dibukanya perdagangan Rabu (10/4/19). Rilis data inflasi AS yang mixed membuat volatilitas di pasar meningkat, namun dolar masih terseok-seok menghadapi mata uang utama lainnya.
Pada pukul 7:38 WIB, indeks dolar yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan mata uang Paman Sam tersebut berada di level 96,93 atau melemah 0,08%. Dolar terpantau melemah terhadap euro dan poundsterling, dan menguat terhadap yen.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi di bulan Maret naik sebesar 0,4% dari bulan sebelumnya yang naik 0,2%. Kenaikan di bulan Maret tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi dalam 14 bulan terakhir.
Namun di sisi lain, inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan hanya naik 0,1%, sama dengan kenaikan bulan sebelumnya.
Mengutip data dari Forex Factory, data inflasi mampu lebih tinggi dari prediksi sebesar 0,3%, sementara data inflasi inti justru lebih rendah dari prediksi 0,2%.
Rilis data mixed tersebut menunjukkan perekonomian AS memang sedang melambat jika dikombinasikan dengan data kenaikan rata-rata upah yang hanya naik 0,1% di bulan Maret.
Fokus selanjutnya tertuju pada rilis notula atau risalah rapat kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) AS pukul 1:00 WIB dini hari nanti. Rilis tersebut akan berisi detail apa yang terjadi di saat rapat kebijakan moneter The Fed 20 dan 21 Maret waktu Indonesia lalu.
The Fed kala itu bersikap dovish dengan mengindikasikan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini. Hal itu menjadi kejutan bagi pasar finansial karena tidak sampai tiga bulan sebelumnya bank sentral AS tersebut menyatakan kenaikan FFR sebanyak dua kali di tahun 2019 akan menjadi kebijakan yang tepat.
Kini suku bunga acuan The Fed sebesar 2,25%-2,50% akan tetap bertahan hingga akhir tahun nanti.
Rilis risalah kali ini dapat menunjukkan seberapa dovish sebenarnya para anggora komite pembuat kebijakan (FOMC). Apakah semua anggota sepakat untuk tidak menaikkan FFR atau masih ada beberapa anggota yang memberikan pandangan suku bunga perlu dinaikkan, atau mungkin perlu di pangkas.
Pelaku pasar saat ini melihat probabiltas sebesar 39,3% The Fed akan akan memangkas FFR seebsar 25 basis poin menjadi 2,00% - 2,25% di akhir tahun nanti.
Probabilitas tersebut cukup besar mengingat saat ini masih awal kuartal-II, dan jika perekonomian AS terus melambat, peluang pemangkasan suku bunga akan semakin besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Cuan Selangit! Ini Mata Uang yang Bikin Dolar AS Takluk
Pada pukul 7:38 WIB, indeks dolar yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan mata uang Paman Sam tersebut berada di level 96,93 atau melemah 0,08%. Dolar terpantau melemah terhadap euro dan poundsterling, dan menguat terhadap yen.
Mengutip data dari Forex Factory, data inflasi mampu lebih tinggi dari prediksi sebesar 0,3%, sementara data inflasi inti justru lebih rendah dari prediksi 0,2%.
Rilis data mixed tersebut menunjukkan perekonomian AS memang sedang melambat jika dikombinasikan dengan data kenaikan rata-rata upah yang hanya naik 0,1% di bulan Maret.
Fokus selanjutnya tertuju pada rilis notula atau risalah rapat kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) AS pukul 1:00 WIB dini hari nanti. Rilis tersebut akan berisi detail apa yang terjadi di saat rapat kebijakan moneter The Fed 20 dan 21 Maret waktu Indonesia lalu.
The Fed kala itu bersikap dovish dengan mengindikasikan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini. Hal itu menjadi kejutan bagi pasar finansial karena tidak sampai tiga bulan sebelumnya bank sentral AS tersebut menyatakan kenaikan FFR sebanyak dua kali di tahun 2019 akan menjadi kebijakan yang tepat.
Kini suku bunga acuan The Fed sebesar 2,25%-2,50% akan tetap bertahan hingga akhir tahun nanti.
Rilis risalah kali ini dapat menunjukkan seberapa dovish sebenarnya para anggora komite pembuat kebijakan (FOMC). Apakah semua anggota sepakat untuk tidak menaikkan FFR atau masih ada beberapa anggota yang memberikan pandangan suku bunga perlu dinaikkan, atau mungkin perlu di pangkas.
Pelaku pasar saat ini melihat probabiltas sebesar 39,3% The Fed akan akan memangkas FFR seebsar 25 basis poin menjadi 2,00% - 2,25% di akhir tahun nanti.
Probabilitas tersebut cukup besar mengingat saat ini masih awal kuartal-II, dan jika perekonomian AS terus melambat, peluang pemangkasan suku bunga akan semakin besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Cuan Selangit! Ini Mata Uang yang Bikin Dolar AS Takluk
Most Popular