
Ini Hasil Pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral se-ASEAN
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
09 April 2019 10:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menghadiri pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) 2019, pada 2-5 April 2019, di Chiang Rai, Thailand.
Pertemuan tersebut membahas tantangan kerja sama keuangan negara-negara ASEAN dalam mencapai visi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2025 mendatang.
Kementerian Keuangan menjelaskan, target AEC ialah penguatan integrasi dan konektivitas ekonomi untuk meningkatkan daya saing dan mendorong pembangunan inklusif, serta berorientasi pada pembangunan manusia.
"Penguatan kerja sama negara-negara ASEAN menjadi krusial mengingat dinamika ekonomi regional dan global diwarnai ketidakpastian akibat tensi perdagangan, proteksionisme, dan kelesuan ekonomi negara-negara maju," tulis pernyataan Kementerian Keuangan dalam siaran persnya, Selasa (9/4/2019).
Selain itu, persoalan global lainnya yakni perubahan arah kebijakan moneter bank sentral di negara maju, serta meningkatnya peluang dan tantangan terkait ekonomi digital dan pembangunan berkelanjutan.
Lantas apa saja yang disepakati oleh para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN untuk mencapai visi AEC?
1. Sebagai Chairman ASEAN, Thailand mengusulkan berbagai agenda dalam AFMGM, dengan tema "Advancing Partnership for Sustainability".
Tema tersebut mencakup tiga elemen utama yang diyakini menjadi kunci untuk mencapai visi AEC.
Pertama, konektivitas melalui peningkatan fasilitasi perdagangan dan investasi, serta keterhubungan sistem pembiayaan dan pembayaran.
Kedua, ketahanan sistem keuangan terutama dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi digital dan risiko keamanan siber.
Ketiga, keberlanjutan melalui optimalisasi mekanisme pembiayaan pasar modal dan perbankan untuk pembangunan serta peningkatan micro-insurance untuk mendorong inklusi keuangan.
2. Para menteri keuangan ASEAN menandatangani Protokol ke-8 ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).
Selain AFAS, mereka juga menyepakati akselerasi negosiasi lanjutan Protokol ke-9 pada 2019, guna mendorong integrasi sektor keuangan di kawasan.
Dalam pertemuan ini juga menyepakati finalisasi dari negosiasi perjanjian ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA) khususnya pada jasa keuangan.
3. Pembiayaan infrastruktur (ASEAN Infrastructure Fund/ AIF)
Saat ini terdapat dua mekanisme pembiayaan baru yang merupakan pengembangan dari mekanisme tahun 2012. Mekanisme pertama disebut, ASEAN Inclusive Finance Facility, yang bertujuan untuk mengembangkan akses pembiayaan konsesional bagi negara Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Mekanisme kedua, ASEAN Catalytic Green Fund, yang memanfaatkan potensi pembiayaan dari lembaga pembangunan regional dan global, juga pendanaan dari lembaga donor dan swasta, untuk membiayai proyek pembangunan berkelanjutan.
4. Pengembangan pasar modal dan keuangan.
Negara-negara di ASEAN juga terus meningkatkan kerja sama dalam pengembangan pasar modal dan sektor keuangan, misalnya pembentukan Working Group (WG) on Infrastructure Finance, yang diketuai Indonesia dan Malaysia guna meningkatkan pembiayaan infrastruktur melalui pasar modal.
Kemudian ada pula pembentukan WG on Sustainable Finance yang akan mendorong penerbitan obligasi pembangunan berkelanjutan melalui penggunaan standar ASEAN atas surat utang hijau (berkelanjutan dan sosial).
Selain itu, juga ada publikasi Guidance Notes on Digital Financial Services dan Guidance Notes on Financial Education and Consumer Protection untuk mendorong inklusi keuangan kawasan.
Dan yang terakhir, kerja sama pengembangan sektor asuransi khususnya micro-insurance yang diharapkan dapat menjangkau masyarakat menengah ke bawah, terutama yang belum terlindungi asuransi.
5. ASEAN juga meningkatkan kerja sama perpajakan dan kepabeanan.
Kerja sama ini untuk mendorong integrasi aktivitas ekonomi dan meningkatkan fasilitas perdagangan.
Dalam konteks perpajakan, ASEAN terus mendorong perluasan jaringan perjanjian penghindaran pajak berganda antar negara kawasan, serta kerja sama inisiatif global dalam pertukaran informasi secara otomatis.
Adapun untuk kepabeanan, ASEAN berencana mengembangkan operasional ASEAN Single Windows dalam rangka mendorong digitalisasi proses kepabeanan, serta akan segera melakukan piloting skema ASEAN Custom Transit System yang dapat memfasilitasi pergerakan barang transit.
6. Pembiayaan bencana juga diangkat sebagai salah satu isu utama kerja sama ASEAN.
Isu ini diangkat setelah para menteri keuangan ASEAN menyepakati ASEAN Disaster Risk Finance and Insurance (DRFI) fase 2.
Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan wilayah dalam melakukan pengolahan data dan pemetaan profil risiko bencana.
Dengan demikian, diharapkan dapat mendukung strategi pembiayaan bencana yang mulai dikembangkan oleh beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, dan penyelarasan dengan inisiatif pada tataran ASEAN+3 yang pada akhir tahun 2018 menyepakati pembentukan Southeast Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF).
Selain kesepakatan ini, Sri Mulyani pun melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden ADB guna membahas penguatan pembiayaan dan asuransi bencana serta kerja sama wilayah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.
Tak hanya itu, Sri Mulyani juga berdiskusi dengan Menteri Keuangan Filipina mengenai kondisi dan kebijakan ekonomi dan peningkatan perdagangan kedua negara, serta rencana bantuan Pemerintah Indonesia untuk rekonstruksi Marawi yang dilanda konflik.
(tas) Next Article Perry Warjiyo: PDB RI Pada Q2-2020 Diproyeksi Anjlok ke 1,1%
Pertemuan tersebut membahas tantangan kerja sama keuangan negara-negara ASEAN dalam mencapai visi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2025 mendatang.
Kementerian Keuangan menjelaskan, target AEC ialah penguatan integrasi dan konektivitas ekonomi untuk meningkatkan daya saing dan mendorong pembangunan inklusif, serta berorientasi pada pembangunan manusia.
"Penguatan kerja sama negara-negara ASEAN menjadi krusial mengingat dinamika ekonomi regional dan global diwarnai ketidakpastian akibat tensi perdagangan, proteksionisme, dan kelesuan ekonomi negara-negara maju," tulis pernyataan Kementerian Keuangan dalam siaran persnya, Selasa (9/4/2019).
Selain itu, persoalan global lainnya yakni perubahan arah kebijakan moneter bank sentral di negara maju, serta meningkatnya peluang dan tantangan terkait ekonomi digital dan pembangunan berkelanjutan.
Lantas apa saja yang disepakati oleh para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN untuk mencapai visi AEC?
1. Sebagai Chairman ASEAN, Thailand mengusulkan berbagai agenda dalam AFMGM, dengan tema "Advancing Partnership for Sustainability".
Tema tersebut mencakup tiga elemen utama yang diyakini menjadi kunci untuk mencapai visi AEC.
Pertama, konektivitas melalui peningkatan fasilitasi perdagangan dan investasi, serta keterhubungan sistem pembiayaan dan pembayaran.
Kedua, ketahanan sistem keuangan terutama dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi digital dan risiko keamanan siber.
Ketiga, keberlanjutan melalui optimalisasi mekanisme pembiayaan pasar modal dan perbankan untuk pembangunan serta peningkatan micro-insurance untuk mendorong inklusi keuangan.
2. Para menteri keuangan ASEAN menandatangani Protokol ke-8 ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).
Selain AFAS, mereka juga menyepakati akselerasi negosiasi lanjutan Protokol ke-9 pada 2019, guna mendorong integrasi sektor keuangan di kawasan.
Dalam pertemuan ini juga menyepakati finalisasi dari negosiasi perjanjian ASEAN Trade in Services Agreement (ATISA) khususnya pada jasa keuangan.
3. Pembiayaan infrastruktur (ASEAN Infrastructure Fund/ AIF)
Saat ini terdapat dua mekanisme pembiayaan baru yang merupakan pengembangan dari mekanisme tahun 2012. Mekanisme pertama disebut, ASEAN Inclusive Finance Facility, yang bertujuan untuk mengembangkan akses pembiayaan konsesional bagi negara Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Mekanisme kedua, ASEAN Catalytic Green Fund, yang memanfaatkan potensi pembiayaan dari lembaga pembangunan regional dan global, juga pendanaan dari lembaga donor dan swasta, untuk membiayai proyek pembangunan berkelanjutan.
4. Pengembangan pasar modal dan keuangan.
Negara-negara di ASEAN juga terus meningkatkan kerja sama dalam pengembangan pasar modal dan sektor keuangan, misalnya pembentukan Working Group (WG) on Infrastructure Finance, yang diketuai Indonesia dan Malaysia guna meningkatkan pembiayaan infrastruktur melalui pasar modal.
Kemudian ada pula pembentukan WG on Sustainable Finance yang akan mendorong penerbitan obligasi pembangunan berkelanjutan melalui penggunaan standar ASEAN atas surat utang hijau (berkelanjutan dan sosial).
Selain itu, juga ada publikasi Guidance Notes on Digital Financial Services dan Guidance Notes on Financial Education and Consumer Protection untuk mendorong inklusi keuangan kawasan.
Dan yang terakhir, kerja sama pengembangan sektor asuransi khususnya micro-insurance yang diharapkan dapat menjangkau masyarakat menengah ke bawah, terutama yang belum terlindungi asuransi.
5. ASEAN juga meningkatkan kerja sama perpajakan dan kepabeanan.
Kerja sama ini untuk mendorong integrasi aktivitas ekonomi dan meningkatkan fasilitas perdagangan.
Dalam konteks perpajakan, ASEAN terus mendorong perluasan jaringan perjanjian penghindaran pajak berganda antar negara kawasan, serta kerja sama inisiatif global dalam pertukaran informasi secara otomatis.
Adapun untuk kepabeanan, ASEAN berencana mengembangkan operasional ASEAN Single Windows dalam rangka mendorong digitalisasi proses kepabeanan, serta akan segera melakukan piloting skema ASEAN Custom Transit System yang dapat memfasilitasi pergerakan barang transit.
6. Pembiayaan bencana juga diangkat sebagai salah satu isu utama kerja sama ASEAN.
Isu ini diangkat setelah para menteri keuangan ASEAN menyepakati ASEAN Disaster Risk Finance and Insurance (DRFI) fase 2.
Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan wilayah dalam melakukan pengolahan data dan pemetaan profil risiko bencana.
Dengan demikian, diharapkan dapat mendukung strategi pembiayaan bencana yang mulai dikembangkan oleh beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia, dan penyelarasan dengan inisiatif pada tataran ASEAN+3 yang pada akhir tahun 2018 menyepakati pembentukan Southeast Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF).
Selain kesepakatan ini, Sri Mulyani pun melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden ADB guna membahas penguatan pembiayaan dan asuransi bencana serta kerja sama wilayah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste.
Tak hanya itu, Sri Mulyani juga berdiskusi dengan Menteri Keuangan Filipina mengenai kondisi dan kebijakan ekonomi dan peningkatan perdagangan kedua negara, serta rencana bantuan Pemerintah Indonesia untuk rekonstruksi Marawi yang dilanda konflik.
(tas) Next Article Perry Warjiyo: PDB RI Pada Q2-2020 Diproyeksi Anjlok ke 1,1%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular