
Rupiah Sudah 5 Hari Menguat, Rehat Dulu Lah...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 April 2019 08:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini bergerak melemah di perdagangan pasar spot. Setelah 5 hari beruntun perkasa, mungkin hari ini saatnya rupiah istirahat sejenak.
Pada Senin (8/4/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:25 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.140 di mana rupiah melemah 0,14%.
Pelemahan ini terjadi setelah rupiah menguat 5 hari berturut-turut. Selama periode tersebut, penguatan rupiah menguat 0,82%.
Oleh karena itu, koreksi yang wajar memang sudah menjadi khittah rupiah. Malah kalau terus-menerus menguat jadi tidak sehat, berpotensi menciptakan penggelembungan nilai aset (aset bubble).
Senada dengan rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang masih bisa menguat, sementara sisanya tidak selamat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:16 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dolar AS mendapat kekuatan dari data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang dirilis akhir pekan lalu. Pada Maret, perekonomian AS menciptakan 196.000 lapangan kerja. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 180.000 dan juga dibandingkan posisi Februari yaitu 33.000 (direvisi dari sebelumnya 20.000).
Sedangkan angka pengangguran tercatat 3,8% pada Maret, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Masih menjadi yang terendah sejak November 2018.
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Senin (8/4/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.130 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:25 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.140 di mana rupiah melemah 0,14%.
Oleh karena itu, koreksi yang wajar memang sudah menjadi khittah rupiah. Malah kalau terus-menerus menguat jadi tidak sehat, berpotensi menciptakan penggelembungan nilai aset (aset bubble).
Senada dengan rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Hanya yen Jepang yang masih bisa menguat, sementara sisanya tidak selamat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:16 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dolar AS mendapat kekuatan dari data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang dirilis akhir pekan lalu. Pada Maret, perekonomian AS menciptakan 196.000 lapangan kerja. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 180.000 dan juga dibandingkan posisi Februari yaitu 33.000 (direvisi dari sebelumnya 20.000).
Sedangkan angka pengangguran tercatat 3,8% pada Maret, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Masih menjadi yang terendah sejak November 2018.
The Federal Reserve/The Fed dalam dot plot terbarunya memang memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga sampai akhir tahun. Namun perlu dicatat bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega juga menyatakan tetap menunggu data-data ekonomi terbaru sambil menentukan langkah selanjutnya.
"Untuk menentukan waktu dan besaran penyesuaian suku bunga acuan selanjutnya, Komite akan mengkaji realisasi dan perkiraan kondisi ekonomi alam rangka mencapai target pembukaan lapangan kerja yang maksimum dan target inflasi 2%," sebut pernyataan tertulis usai rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) bulan lalu.
Dengan data ketenagakerjaan (apalagi angka penciptaan lapangan kerja) yang terus positif, berarti ekonomi AS masih dalam fase ekspansi. Jika The Fed merasa ekspansi itu terlalu cepat sehingga berpotensi menyebabkan overheating, maka bukan tidak mungkin Federal Funds Rate akan kembali dinaikkan.
Potensi kenaikan suku bunga acuan (meski kemungkinan besar tidak terjadi dalam waktu dekat) akan menjadi dorongan bagi laju dolar AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di dolar AS jadi semakin menarik, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
"Untuk menentukan waktu dan besaran penyesuaian suku bunga acuan selanjutnya, Komite akan mengkaji realisasi dan perkiraan kondisi ekonomi alam rangka mencapai target pembukaan lapangan kerja yang maksimum dan target inflasi 2%," sebut pernyataan tertulis usai rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) bulan lalu.
Dengan data ketenagakerjaan (apalagi angka penciptaan lapangan kerja) yang terus positif, berarti ekonomi AS masih dalam fase ekspansi. Jika The Fed merasa ekspansi itu terlalu cepat sehingga berpotensi menyebabkan overheating, maka bukan tidak mungkin Federal Funds Rate akan kembali dinaikkan.
Potensi kenaikan suku bunga acuan (meski kemungkinan besar tidak terjadi dalam waktu dekat) akan menjadi dorongan bagi laju dolar AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan membuat berinvestasi di dolar AS jadi semakin menarik, terutama untuk instrumen berpendapatan tetap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular