Catat! Ini Dia 5 Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 April 2019 21:05
Cermati Risalah The Fed Hingga Angka Penjualan Ritel
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
AS Diharapkan Tak Masuk Jurang Resesi

Kini, pelaku pasar nampaknya optimistis bahwa resesi tak akan menghampiri AS. Pasalnya dalam beberapa waktu terakhir, tepatnya semenjak 29 Maret, inversi pada obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun sudah tak lagi terjadi.

Sebelumnya, sinyal datangnya resesi di Negeri Paman Sam datang dari pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang menunjukkan adanya inversi. Pada tanggal 22 Maret lalu, terjadi inversi pada obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun.

Melansir data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan tanggal 22 Maret 2019, yield obligasi AS tenor 3 bulan berada di level 2,462%, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,455%. Yield obligasi tenor 3 bulan lantas lebih tinggi sebesar 0,7 bps ketimbang tenor 10 tahun.

Per akhir perdagangan hari Jumat (5/4/2019), yield obligasi tenor 3 bulan berada di level 2,434%, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,499%. Yield obligasi tenor 3 bulan adalah lebih rendah sebesar 6,5 bps ketimbang tenor 10 tahun.

Optimisme bahwa AS tak akan masuk ke jurang resesi salah satunya dipicu oleh rilis data tenaga kerja pada hari Jumat (5/4/2019) yang terbilang oke.

Sepanjang Maret 2019, data resmi pemerintah AS menunjukkan bahwa tercipta sebanyak 196.000 lapangan kerja di luar sektor pertanian, mengalahkan konsensus yang sebanyak 172.000, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, pada Februari 2019 pemerintah AS mencatat hanya tercipta 20.000 lapangan kerja di luar sektor pertanian, jauh di bawah ekspektasi yang sebanyak 180.000, seperti dilansir dari Forex Factory.

Seiring dengan kuatnya penciptaan lapangan kerja, tingkat pengangguran per akhir Maret bisa dijaga di level 3,8%, tak jauh dari level terendah dalam 1 dekade terakhir yang sebesar 3,7%.

Rilis Risalah Rapat The Fed

Pada hari Rabu (10/4/2019) waktu setempat atau Kamis (11/4/2019) waktu Indonesia, The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan merilis risalah dari pertemuan mereka pada bulan Maret.

Sekedar mengingatkan, dalam pertemuan bulan lalu, The Fed memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5%.

Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali di tahun 2019. Padahal pada Desember 2018, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.

Jika dalam risalah rapat terungkap pandangan-pandangan lain dari anggota The Fed yang juga bernada dovish, maka pasar saham dunia bisa jadi akan bersuka cita.

Pasalnya, sikap dovish dari The Fed dipandang sebagai opsi yang terbaik kala ketidakpastian terkait perang dagang dan Brexit masih ada.

Suku bunga acuan yang rendah akan membuka ruang bagi perekonomian AS untuk melaju lebih kencang di tengah berbagai tantangan yang ada. Kala perekonomian AS melaju kencang, maka laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia, akan ikut merasakan dampak positifnya.

Data Penjualan Ritel Indonesia

Pada hari Selasa (9/4/2019), Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis angka pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Februari 2019.

Untuk periode Januari 2019, BI mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 9,4% YoY, jauh di atas capaian periode yang sama tahun lalu yakni pertumbuhan sebesar 3,7% YoY saja.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Februari 2019 berada di level 15,8% YoY, juga mengalahkan capaian periode yang sama tahun lalu yang sebesar 9,5% YoY.

Jika angka pertumbuhan penjualan barang-barang ritel kembali kinclong, maka aksi ambil untung atas saham-saham barang konsumsi bisa berhenti dan berbalik menjadi aksi beli.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular