Kalau Tak Ada Halangan, Rupiah Bisa Menguat 5 Hari Beruntun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2019 12:32
Kalau Tak Ada Halangan, Rupiah Bisa Menguat 5 Hari Beruntun
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini menguat di perdagangan pasar spot. Rupiah masih menggenggam status sebagai mata uang terbaik di Asia, gelar yang didapat sejak kemarin. 

Pada Jumat (5/4/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.150. Rupiah menguat 0,18% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah berada di Rp 14.175/US$ atau sama dengan posisi penutupan perdagangan kemarin. Namun itu tidak lama, karena kemudian rupiah langsung bisa menyeberang ke zona hijau. 


Jika semua lancar, rupiah menguat sampai penutupan pasar, maka apresiasi mata uang Tanah Air terhadap dolar AS akan terjadi selama 5 hari beruntun. Sesuatu yang belum pernah terjadi sejak 15-21 Maret. Sejauh ini jalan menuju ke sana masih mulus, belum ada gangguan berarti. 



Tidak cuma menapaki jalan menuju penguatan 5 hari berturut-turut, rupiah juga masih menjadi mata uang terkuat di Asia. Tidak banyak mata uang utama Benua Kuning yang bisa menguat di hadapan dolar AS, hanya ada ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Singapura. 

Di antara kuartet mata uang Asia Tenggara tersebut, rupiah jadi yang paling kuat. Seperti kemarin, rupiah masih berstatus sebagai mata uang terkuat di Asia. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:12 WIB: 





(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sepertinya sentimen domestik masih menjadi 'doping' keperkasaan rupiah. Derasnya arus modal di pasar keuangan Indonesia, utamanya di obligasi pemerintah, membuat rupiah terangkat. 

Pada pukul 12:22 WIB, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 3,2 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan. 


Inflasi domestik yang 'santai' membuat surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) begitu menarik. Per Maret, inflasi tercatat 2,48% year-on-year (YoY) atau laju paling lambat sejak November 2009. 

Saat ini yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun ada di 7,556%. Dengan inflasi di 2,48%, maka keuntungan riil yang didapat investor masih lumayan menggiurkan yaitu 5,08%.

Jadi tidak heran investor (terutama asing) masih menggemari surat utang pemerintah. Per 1 April 2019, kepemilikan investor di Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 963,67 triliun, naik 7,85% dibandingkan posisi awal tahun. Dalam periode yang sama tahun sebelumnya, kenaikan kepemilikan investor asing hanya 2,9%. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular