Rupiah Kian Perkasa, Jauh Tinggalkan Para Tetangganya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2019 09:34
Rupiah Kian Perkasa, Jauh Tinggalkan Para Tetangganya
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sadis. Mungkin kata itu cocok untuk menggambarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pagi ini. Bagaimana tidak, rupiah menguat tajam dan melesat meninggalkan mata uang Asia lainnya jauh di belakang. 

Pada Jumat (5/4/2019) pukul 09:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.145. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, laju rupiah semakin tidak terbendung. Pada pukul 09:13 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.140 di mana rupiah menguat 0,25%. 

Kala pembukaan pasar, rupiah berada di Rp 14.175/US$ atau sama dengan posisi penutupan perdagangan kemarin. Namun itu tidak lama, karena kemudian rupiah langsung bisa menyeberang ke zona hijau. Bahkan penguatan rupiah terus menebal. 


Rupiah terlihat kian mencolok karena mayoritas mata uang utama Asia melemah di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya dolar Singapura yang bisa menguat itu pun terbatas.  

Oleh karena itu, rupiah pun tidak terbantahkan menjadi juara Asia. Status yang didapat sejak kemarin dan mampu dipertahankan hingga sekarang. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:14 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rupiah mampu standout di antara para tetangganya. Pertama adalah perkembangan harga minyak. Pada pukul 09:17 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing turun 0,36% dan 0,08%. 

Saat harga minyak turun, ada harapan tekanan di transaksi berjalan (current account) akan ikut berkurang. Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi rupiah, karena menggambarkan aliran devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Ketika pos ini membaik, maka rupiah masih punya ruang untuk menguat. 

Kedua adalah masih derasnya aliran modal di pasar keuangan Indonesia. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 1,8 basis poin (bps) pada pukul 09:20 WIB. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan. 

Inflasi domestik yang 'santai' membuat surat utang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) begitu menarik. Per Maret, inflasi tercatat 2,48% year-on-year (YoY) atau laju paling lambat sejak November 2009. 



Saat ini yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun ada di 7,569%. Dengan inflasi di 2,48%, maka keuntungan riil yang didapat investor masih lumayan menggiurkan yaitu 5,09%. Jadi tidak heran investor (terutama asing) masih menggemari surat utang pemerintah. 

Per 1 April 2019, kepemilikan investor di Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 963,67 triliun, naik 7,85% dibandingkan posisi awal tahun. Dalam periode yang sama tahun sebelumnya, kenaikan kepemilikan investor asing hanya 2,9%.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular