
Bursa Saham Asia Melemah, IHSG Malah Anteng di Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 April 2019 12:54

Beruntung, aura damai dagang AS-China bisa dirasakan di pasar saham Indonesia. Maklum, dalam beberapa waktu terakhir pergerakan IHSG bisa dibilang sideways sehingga masih menyisakan ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli.
Secara sektoral, sektor jasa keuangan menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir sesi 1, indeks sektor jasa keuangan terapresiasi sebesar 1,12%. Apresiasi sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank yang masuk dalam kategori BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun).
Harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melejit 2,68%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melesat 1,93%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menguat 2,65%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkerek 0,91%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 0,45%.
Jika kesepakatan dagang antara AS dan China benar bisa dicapai, tentu laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia, akan bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Ketika ini yang terjadi, ada peluang bahwa permintaan kredit di tanah air akan terkerek naik dan memompa pendapatan bank-bank BUKU 4.
Selain karena optimisme terkait damai dagang AS-China, penguatan rupiah juga melandasi aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.180/dolar AS.
Ada 2 faktor yang membuat rupiah bisa perkasa melawan dolar AS. Pertama, damai dagang AS-China yang kian dekat. Optimisme bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang membuat pelaku pasar enggan bermain aman sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi dilego.
Kedua, rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin, penciptaan lapangan kerja (di luar sektor pertanian) perioe Maret 2019 versi ADP diumumkan sebanyak 129.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 184.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Lemahnya angka penciptaan lapangan kerja membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS belum akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada tahun ini.
Sebagai informasi, dalam pertemuan bulan lalu The Fed memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 2,25%-2,5%. Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali di tahun 2019. Padahal pada Desember 2018, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.
Tanpa bensin berupa kenaikan suku bunga acuan, praktis dolar AS menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS terkoreksi tipis 0,01%. Pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS sempat jatuh hingga 0,07%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Secara sektoral, sektor jasa keuangan menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir sesi 1, indeks sektor jasa keuangan terapresiasi sebesar 1,12%. Apresiasi sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank yang masuk dalam kategori BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun).
Harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melejit 2,68%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melesat 1,93%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menguat 2,65%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkerek 0,91%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 0,45%.
Selain karena optimisme terkait damai dagang AS-China, penguatan rupiah juga melandasi aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.180/dolar AS.
Ada 2 faktor yang membuat rupiah bisa perkasa melawan dolar AS. Pertama, damai dagang AS-China yang kian dekat. Optimisme bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang membuat pelaku pasar enggan bermain aman sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi dilego.
Kedua, rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin, penciptaan lapangan kerja (di luar sektor pertanian) perioe Maret 2019 versi ADP diumumkan sebanyak 129.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 184.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Lemahnya angka penciptaan lapangan kerja membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS belum akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada tahun ini.
Sebagai informasi, dalam pertemuan bulan lalu The Fed memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 2,25%-2,5%. Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali di tahun 2019. Padahal pada Desember 2018, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.
Tanpa bensin berupa kenaikan suku bunga acuan, praktis dolar AS menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS terkoreksi tipis 0,01%. Pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS sempat jatuh hingga 0,07%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Most Popular