
Bursa Saham Asia Melemah, IHSG Malah Anteng di Zona Hijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 April 2019 12:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi 1 dengan penguatan sebesar 0,21% ke level 6.489,4. IHSG sama sekali tak pernah merasakan pahitnya zona merah pada hari ini.
Kinerja IHSG berlawanan dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,02%, indeks Hang Seng turun 0,52%, indeks Straits Times turun 0,15%, dan indeks Kospi turun 0,11%.
Aksi ambil untung melanda bursa saham regional. Maklum, bursa saham regional sudah membukukan penguatan yang lumayan dalam beberapa hari terakhir.
Sejatinya, sentimen yang ada masih mendukung bagi investor untuk melakukan aksi beli di bursa saham regional. Gedung Putih menyampaikan bahwa Presiden AS Donald Trump berencana bertemu dengan Liu He pada hari Kamis (4/4/2019) waktu setempat. Hal ini lantas semacam mengonfirmasi pernyataan dari Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow bahwa negosiasi dagang dengan China sejauh ini berjalan dengan baik.
"Wakil Perdana Menteri Liu dan timnya akan berada di Washington selama 3 hari, atau mungkin lebih. Kami akan membahas isu yang belum pernah disentuh sebelumnya, termasuk penegakan hukum. Semua berjalan baik, semua mengarah ke jalan yang benar, tetapi kita memang belum sampai di tujuan. Kami berharap kita bisa lebih dekat ke tujuan pada pekan ini," papar Kudlow dalam acara yang digelar Christian Science Monitor, Rabu (3/4/2019), mengutip Reuters.
Sebagai informasi, negosiasi dagang yang digelar di Washington pada pekan ini merupakan lanjutan dari negosiasi pada pekan lalu yang digelar di Beijing. Pasca negosiasi selama 2 hari pada pekan lalu usai, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cadang asal AS yang semestinya berlaku pada 2 April. Sejatinya, bea masuk atas produk tersebut akan naik dari 10% menjadi 25%, tetapi diputuskan ditunda.
"Langkah ini bertujuan untuk melanjutkan atmosfer positif dari perundingan kedua negara. Ini merupakan langkah konkret China untuk mendorong negosiasi perdagangan bilateral. Kami berharap AS bisa bekerja sama dengan China untuk mempercepat proses negosiasi dan mencapai tujuan menghapus ketegangan dagang," papar keterangan tertulis dari kantor Dewan Negara China, seperti dikutip dari Reuters.
Namun ya itu tadi, pelaku pasar lebih memilih untuk mencairkan keuntungan yang sudah diraup sebelumnya. Beruntung, aura damai dagang AS-China bisa dirasakan di pasar saham Indonesia. Maklum, dalam beberapa waktu terakhir pergerakan IHSG bisa dibilang sideways sehingga masih menyisakan ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli.
Secara sektoral, sektor jasa keuangan menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir sesi 1, indeks sektor jasa keuangan terapresiasi sebesar 1,12%. Apresiasi sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank yang masuk dalam kategori BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun).
Harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melejit 2,68%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melesat 1,93%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menguat 2,65%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkerek 0,91%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 0,45%.
Jika kesepakatan dagang antara AS dan China benar bisa dicapai, tentu laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia, akan bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Ketika ini yang terjadi, ada peluang bahwa permintaan kredit di tanah air akan terkerek naik dan memompa pendapatan bank-bank BUKU 4.
Selain karena optimisme terkait damai dagang AS-China, penguatan rupiah juga melandasi aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.180/dolar AS.
Ada 2 faktor yang membuat rupiah bisa perkasa melawan dolar AS. Pertama, damai dagang AS-China yang kian dekat. Optimisme bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang membuat pelaku pasar enggan bermain aman sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi dilego.
Kedua, rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin, penciptaan lapangan kerja (di luar sektor pertanian) perioe Maret 2019 versi ADP diumumkan sebanyak 129.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 184.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Lemahnya angka penciptaan lapangan kerja membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS belum akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada tahun ini.
Sebagai informasi, dalam pertemuan bulan lalu The Fed memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 2,25%-2,5%. Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali di tahun 2019. Padahal pada Desember 2018, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.
Tanpa bensin berupa kenaikan suku bunga acuan, praktis dolar AS menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS terkoreksi tipis 0,01%. Pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS sempat jatuh hingga 0,07%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Video: Produk Unggulan Asuransi 2025 Saat Ekonomi Penuh Tantangan
Kinerja IHSG berlawanan dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,02%, indeks Hang Seng turun 0,52%, indeks Straits Times turun 0,15%, dan indeks Kospi turun 0,11%.
Aksi ambil untung melanda bursa saham regional. Maklum, bursa saham regional sudah membukukan penguatan yang lumayan dalam beberapa hari terakhir.
"Wakil Perdana Menteri Liu dan timnya akan berada di Washington selama 3 hari, atau mungkin lebih. Kami akan membahas isu yang belum pernah disentuh sebelumnya, termasuk penegakan hukum. Semua berjalan baik, semua mengarah ke jalan yang benar, tetapi kita memang belum sampai di tujuan. Kami berharap kita bisa lebih dekat ke tujuan pada pekan ini," papar Kudlow dalam acara yang digelar Christian Science Monitor, Rabu (3/4/2019), mengutip Reuters.
Sebagai informasi, negosiasi dagang yang digelar di Washington pada pekan ini merupakan lanjutan dari negosiasi pada pekan lalu yang digelar di Beijing. Pasca negosiasi selama 2 hari pada pekan lalu usai, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cadang asal AS yang semestinya berlaku pada 2 April. Sejatinya, bea masuk atas produk tersebut akan naik dari 10% menjadi 25%, tetapi diputuskan ditunda.
"Langkah ini bertujuan untuk melanjutkan atmosfer positif dari perundingan kedua negara. Ini merupakan langkah konkret China untuk mendorong negosiasi perdagangan bilateral. Kami berharap AS bisa bekerja sama dengan China untuk mempercepat proses negosiasi dan mencapai tujuan menghapus ketegangan dagang," papar keterangan tertulis dari kantor Dewan Negara China, seperti dikutip dari Reuters.
Namun ya itu tadi, pelaku pasar lebih memilih untuk mencairkan keuntungan yang sudah diraup sebelumnya. Beruntung, aura damai dagang AS-China bisa dirasakan di pasar saham Indonesia. Maklum, dalam beberapa waktu terakhir pergerakan IHSG bisa dibilang sideways sehingga masih menyisakan ruang bagi investor untuk melakukan aksi beli.
Secara sektoral, sektor jasa keuangan menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir sesi 1, indeks sektor jasa keuangan terapresiasi sebesar 1,12%. Apresiasi sektor jasa keuangan terjadi seiring dengan aksi beli atas saham-saham bank yang masuk dalam kategori BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun).
Harga saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melejit 2,68%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melesat 1,93%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menguat 2,65%, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkerek 0,91%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 0,45%.
Jika kesepakatan dagang antara AS dan China benar bisa dicapai, tentu laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia, akan bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Ketika ini yang terjadi, ada peluang bahwa permintaan kredit di tanah air akan terkerek naik dan memompa pendapatan bank-bank BUKU 4.
Selain karena optimisme terkait damai dagang AS-China, penguatan rupiah juga melandasi aksi beli atas saham-saham bank BUKU 4. Hingga siang hari, rupiah menguat 0,25% di pasar spot ke level Rp 14.180/dolar AS.
Ada 2 faktor yang membuat rupiah bisa perkasa melawan dolar AS. Pertama, damai dagang AS-China yang kian dekat. Optimisme bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang membuat pelaku pasar enggan bermain aman sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi dilego.
Kedua, rilis data ekonomi AS yang mengecewakan. Kemarin, penciptaan lapangan kerja (di luar sektor pertanian) perioe Maret 2019 versi ADP diumumkan sebanyak 129.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 184.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Lemahnya angka penciptaan lapangan kerja membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS belum akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada tahun ini.
Sebagai informasi, dalam pertemuan bulan lalu The Fed memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 2,25%-2,5%. Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini. Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali di tahun 2019. Padahal pada Desember 2018, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.
Tanpa bensin berupa kenaikan suku bunga acuan, praktis dolar AS menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS terkoreksi tipis 0,01%. Pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS sempat jatuh hingga 0,07%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Video: Produk Unggulan Asuransi 2025 Saat Ekonomi Penuh Tantangan
Most Popular