
Transaksi Saham Jelang Pemilu Turun, Ini Penjelasan BEI
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
02 April 2019 13:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia menyatakan, rata-rata nilai transaksi harian mengalami perlambatan menjelang perhelatan pemilihan umum (Pemilu) merupakan hal yang wajar.
Hal itu dikemukakan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Inarno Djajadi saat ditemui awak media, Selasa (2/4/2019). Menurut dia, nilai rata-rata transaksi harian bursa masih pada kisaran Rp 10 triliun, membaik dari tahun sebelumnya dengan rata-rata nilai transaksi harian Rp 8,5 triliun.
Memang jika ditelisik lagi, tercatat terjadi perlambatan pada rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada Februari 2019 jika dibandingkan dengan Januari 2019.
BEI mencatat, pada Februari 2019 frekuensi RNTH sebesar 449.000 kali dengan nilai transaksi RNTH sebesar Rp 9,47 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2019 yang transaksi RNTH mencapai 464.000 kali dengan nilai transaksi Rp 10,75 triliun.
"Jadi masih oke, kalaupun agak slow down sedikit mungkin ada pemilu, tapi itu wajar," kata Inarno di Bursa Efek Indonesia.
Inarno yakin RNTH tahun ini akan lebih baik dari capaian tahun sebelumnya, pasalnya, bursa telah menerapkan transaksi settlement saham menjadi 2 dua hari (T+2) dari sebelumnya tiga hari.
"RNTH paling tidak akan lebih bagus dari tahun lalu. Setelah T+2 ada peningkatan dari RNTH maupun dari frekuensi naik. Tahun lalu 382 ribu kali. Setelah T2 frekuensi naik 460 ribu kali," ujar Inarno.
Namun, ditegaskan lagi, perhelatan pilpres tidak akan memberikan pengaruh yang signfikan bagi laju Indeks Harga Saham Gabungan. "Pilpres ada pengaruhnya tapi tidak terlalu banyak, dari ketiga pemilu tidak ada yang signifikan pengaruh indeks," kata dia.
Bursa Efek Indonesia menjelaskan, secara historis, pergerakan indeks di tahun politik justru malah mengalami penguatan, tidak ada pengaruh ke pasar modal.
Sebagai catatan, dari transaksi saham dari pemilu di 2014, 2009 dan 2004 itu secara trennya positif. Dari sisi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO), dalam periode tersebut juga tak terjadi penurunan jumlah.
Pada pemilu 2004 jumlah perusahaan IPO mencapai 12 perusahaan, lalu pada 2009 ada sebanyak 13 perusahaan dan di 2014 jumlah perusahaan listing ada sebanyak 24 emiten.
Meski demikian, Inarno tak menampik ada sejumlah tantangan bagi pasar saham di tahun ini, baik dari domestik maupun eksternal. Tantangan domestik masih bersumber dari transaksi berjalan yang masih defisit.
Meski demikian, otoritas moneter meyakini, di tahun ini kecenderungan transaksi berjalan diperkirakan dapat terjaga dalam batas yang aman, di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto.
Adapun, sentimen eksternal lainnya masih bersumber dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, perang dagang AS-China, dan proyeksi perlambatan ekonomi global.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Hal itu dikemukakan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Inarno Djajadi saat ditemui awak media, Selasa (2/4/2019). Menurut dia, nilai rata-rata transaksi harian bursa masih pada kisaran Rp 10 triliun, membaik dari tahun sebelumnya dengan rata-rata nilai transaksi harian Rp 8,5 triliun.
Memang jika ditelisik lagi, tercatat terjadi perlambatan pada rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada Februari 2019 jika dibandingkan dengan Januari 2019.
BEI mencatat, pada Februari 2019 frekuensi RNTH sebesar 449.000 kali dengan nilai transaksi RNTH sebesar Rp 9,47 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2019 yang transaksi RNTH mencapai 464.000 kali dengan nilai transaksi Rp 10,75 triliun.
Inarno yakin RNTH tahun ini akan lebih baik dari capaian tahun sebelumnya, pasalnya, bursa telah menerapkan transaksi settlement saham menjadi 2 dua hari (T+2) dari sebelumnya tiga hari.
"RNTH paling tidak akan lebih bagus dari tahun lalu. Setelah T+2 ada peningkatan dari RNTH maupun dari frekuensi naik. Tahun lalu 382 ribu kali. Setelah T2 frekuensi naik 460 ribu kali," ujar Inarno.
Namun, ditegaskan lagi, perhelatan pilpres tidak akan memberikan pengaruh yang signfikan bagi laju Indeks Harga Saham Gabungan. "Pilpres ada pengaruhnya tapi tidak terlalu banyak, dari ketiga pemilu tidak ada yang signifikan pengaruh indeks," kata dia.
Bursa Efek Indonesia menjelaskan, secara historis, pergerakan indeks di tahun politik justru malah mengalami penguatan, tidak ada pengaruh ke pasar modal.
Sebagai catatan, dari transaksi saham dari pemilu di 2014, 2009 dan 2004 itu secara trennya positif. Dari sisi penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO), dalam periode tersebut juga tak terjadi penurunan jumlah.
Pada pemilu 2004 jumlah perusahaan IPO mencapai 12 perusahaan, lalu pada 2009 ada sebanyak 13 perusahaan dan di 2014 jumlah perusahaan listing ada sebanyak 24 emiten.
Meski demikian, Inarno tak menampik ada sejumlah tantangan bagi pasar saham di tahun ini, baik dari domestik maupun eksternal. Tantangan domestik masih bersumber dari transaksi berjalan yang masih defisit.
Meski demikian, otoritas moneter meyakini, di tahun ini kecenderungan transaksi berjalan diperkirakan dapat terjaga dalam batas yang aman, di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto.
Adapun, sentimen eksternal lainnya masih bersumber dari arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, perang dagang AS-China, dan proyeksi perlambatan ekonomi global.
(hps/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular