Awal Pekan Menguat, ke Mana Arah Obligasi RI Hari Ini?

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
02 April 2019 08:43
Setelah menguat pada perdagangan Senin (1/4/2019) kemarin, harga obligasi rupiah berpotensi bergerak secara terbatas pada hari Selasa (2/4/2019)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah menguat pada perdagangan Senin (1/4/2019) kemarin, harga obligasi rupiah berpotensi bergerak secara terbatas pada hari Selasa (2/4/2019).

Data makroekonomi Amerika Serikat (AS) dan China yang dirilis kemarin terbilang cukup mengesankan.

Tengok saja angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret yang berhasil dicatat pada 50,8.

Selain merupakan yang terbaik dalam 8 bulan terakhir, angka di atas 50 juga menunjukkan adanya ekspansi di sektor manufaktur Negeri Tirai Bambu. Lagi-lagi, ini merupakan ekspansi pertama kali dalam 4 bulan.

Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibukukan pada angka 55,3. Meningkat dibanding bulan Februari yang hanya 54,2. Sebagai catatan, capaian pada bulan Februari merupakan yang paling rendah sejak November 2016.

Data-data tersebut mengindikasikan industri di kedua negara ekonomi terbesar tersebut mulai membaik. Apalagi sektor industri merupakan salah satu roda penggerak utama perekonomian kedua negara.

Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi yang telah ada di kepala para investor pun bisa sedikit diredam.

Akan tetapi nasib Brexit yang makin tak jelas juga berpeluang meluruhkan minat investasi investor pada aset-aset berisiko.

Parlemen Inggris lagi-lagi gagal mencapai suara mayoritas untuk berbagai alternatif yang tersedia setelah proposal Brexit yang diajukan pemerintah Inggris tiga kali ditolak.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May akan mengajukan proposal Brexit (lagi) pad hari Selasa waktu setempat. Masih belum terlihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh parlemen. Kemungkinan diterimanya proposal nanti masih kecil.

Bila tak ada kesepakatan apapun juga, Inggris harus segera bergegas angkat kaki dari Uni Eropa pada tanggal 12 April, atau 10 hari lagi.

Analis memperkirakan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth akan terkontraksi hingga 8% jika benar No Deal Brexit sampai terjadi.

Nasib perekonomian dunia yang masih tak jelas makin membuat investor enggan untuk masuk ke pasar keuangan negara berkembang. Termasuk Indonesia.

Disamping itu, inversi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) dengan ternor 3 bulan-10 tahun sudah tidak lagi terjadi.

Pasalnya pekan lalu, inversi yield US Treasury tenor 3 bulan-10 tahun membuat ancaman resesi semakin nyata. Investor pun menjadi cenderung main aman. Bila terlalu agresif, salah langkah bisa berakibat fatal.

Dengan hilangnya inversi, maka kemungkinan investor akan makin tertarik untuk masuk ke pasar keuangan AS.

Tak heran, hingga pukul 04:44 WIB pagi tadi, Dollar Index (DXY) yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia menguat 0,1%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular