Investor Global Mulai Agresif, Harga Emas Akhirnya Merosot
01 April 2019 17:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas global pada perdagangan hari Senin (1/4/2019) kembali terkoreksi akibat berkurangnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia.
Hingga pukul 15:30 WIB, harga emas kontrak Juni di bursa berjangka New York Commodity Exchange (COMEX) melemah 0,25% ke posisi US$ 1.295,3/troy ounce, setelah melesat 0,67% pada perdagangan Jumat (29/3/2019).
Adapun harga emas di pasar spot juga amblas sebesar 0,16% ke posisi US$ 1.289,8/troy ounce setelah naik 0,14% pada akhir pekan lalu (29/3/2019). Sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya hanya tinggal sebesar 0,82%.
Rilis data makroekonomi China yang gemilang diduga kuat menjadi dalang yang menarik harga emas ke bawah.
Pasalnya, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Negeri Tirai Bambu periode Maret versi Caixin dibacakan di posisi 50,8 yang merupakan ekspansi pertama kali sejak November 2018.
Selain itu, konsensus yang berhasil dihimpun oleh Reuters memprediksi angkanya akan jatuh di posisi 50,1. Artinya aktivitas sektor manufaktur China telah membaik, bahkan melebihi prediksi pasar.
Sebagai informasi, angka PMI di atas 50 berarti terjadi ekspansi. Berlaku pula kebalikannya.
Hal senada juga terjadi pada PMI manufaktur China periode Maret versi pemerintah yang dibacakan sebesar 50,5 yang mana juga merupakan ekspansi pertama dalam empat bulan terakhir.
Ini berarti masih ada harapan ekonomi dunia kembali kencang pada tahun ini. Toh ternyata China sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-2 di dunia sudah menunjukkan gejala perbaikan.
Inilah yang membuat investor makin yakin untuk agresif berinvestasi pada aset-aset berisiko lain, seperti saham atau obligasi.
Emas yang hanya sebagai pelindung nilai pun kehilangan daya tarik.
Selain itu, aroma damai dagang Amerika Serikat (AS)-China yang kian harum juga mampu membangkitkan risk appetite investor di pasar negara berkembang.
Pasalnya, setelah dua negara menggelar dialog dagang di Beijing pekan lalu, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cang asal AS. Padahal semestinya pada tanggal 2 April bea masuk atas produk tersebut akan naik menjadi 25% dari yang semula 10%.
Dengan berkurangnya risiko perekonomian dunia, investor makin enggan untuk bermain aman.
Akan tetapi, ada faktor yang juga masih memberi sokongan pada pergerakan harga emas hari ini. Proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih tak jelas berpotensi menggiring harga emas lebih tinggi lagi.
Pasalnya waktu bagi Negeri Elizabeth untuk memutuskan bagaimana mereka akan keluar dari Uni Eropa sudah semakin sempit. Sebelumnya, Uni Eropa hanya memberikan tenggat waktu hingga tanggal 12 April 2019 jika proposal Brexit tidak juga disetujui pada pekan lalu.
Benar saja, pada hari Jumat (29/3/2019) parlemen Inggris kembali menolak proposal Brexit yang diajukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.
Dengan begini, risiko No Deal Brexit menjadi semakin besar. Tanpa adanya kesepakatan, perceraian Inggris dengan Uni Eropa diprediksi akan membuat perekonomian Inggris terkontraksi hingga 8%.
Di tengah ketidakpastian ini investor akan cenderung mencari pelarian pada safe haven (instrumen investasi dengan risiko rendah), yang salah satunya adalah emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas)
Hingga pukul 15:30 WIB, harga emas kontrak Juni di bursa berjangka New York Commodity Exchange (COMEX) melemah 0,25% ke posisi US$ 1.295,3/troy ounce, setelah melesat 0,67% pada perdagangan Jumat (29/3/2019).
Adapun harga emas di pasar spot juga amblas sebesar 0,16% ke posisi US$ 1.289,8/troy ounce setelah naik 0,14% pada akhir pekan lalu (29/3/2019). Sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya hanya tinggal sebesar 0,82%.
Rilis data makroekonomi China yang gemilang diduga kuat menjadi dalang yang menarik harga emas ke bawah.
Pasalnya, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Negeri Tirai Bambu periode Maret versi Caixin dibacakan di posisi 50,8 yang merupakan ekspansi pertama kali sejak November 2018.
Selain itu, konsensus yang berhasil dihimpun oleh Reuters memprediksi angkanya akan jatuh di posisi 50,1. Artinya aktivitas sektor manufaktur China telah membaik, bahkan melebihi prediksi pasar.
Sebagai informasi, angka PMI di atas 50 berarti terjadi ekspansi. Berlaku pula kebalikannya.
Hal senada juga terjadi pada PMI manufaktur China periode Maret versi pemerintah yang dibacakan sebesar 50,5 yang mana juga merupakan ekspansi pertama dalam empat bulan terakhir.
Ini berarti masih ada harapan ekonomi dunia kembali kencang pada tahun ini. Toh ternyata China sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-2 di dunia sudah menunjukkan gejala perbaikan.
Inilah yang membuat investor makin yakin untuk agresif berinvestasi pada aset-aset berisiko lain, seperti saham atau obligasi.
Emas yang hanya sebagai pelindung nilai pun kehilangan daya tarik.
Selain itu, aroma damai dagang Amerika Serikat (AS)-China yang kian harum juga mampu membangkitkan risk appetite investor di pasar negara berkembang.
Pasalnya, setelah dua negara menggelar dialog dagang di Beijing pekan lalu, China memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas produk otomotif dan suku cang asal AS. Padahal semestinya pada tanggal 2 April bea masuk atas produk tersebut akan naik menjadi 25% dari yang semula 10%.
Dengan berkurangnya risiko perekonomian dunia, investor makin enggan untuk bermain aman.
Akan tetapi, ada faktor yang juga masih memberi sokongan pada pergerakan harga emas hari ini. Proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih tak jelas berpotensi menggiring harga emas lebih tinggi lagi.
Pasalnya waktu bagi Negeri Elizabeth untuk memutuskan bagaimana mereka akan keluar dari Uni Eropa sudah semakin sempit. Sebelumnya, Uni Eropa hanya memberikan tenggat waktu hingga tanggal 12 April 2019 jika proposal Brexit tidak juga disetujui pada pekan lalu.
Benar saja, pada hari Jumat (29/3/2019) parlemen Inggris kembali menolak proposal Brexit yang diajukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Theresa May.
Dengan begini, risiko No Deal Brexit menjadi semakin besar. Tanpa adanya kesepakatan, perceraian Inggris dengan Uni Eropa diprediksi akan membuat perekonomian Inggris terkontraksi hingga 8%.
Di tengah ketidakpastian ini investor akan cenderung mencari pelarian pada safe haven (instrumen investasi dengan risiko rendah), yang salah satunya adalah emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Artikel Selanjutnya
Investor Move On dari Perang Dagang, Harga Emas Terkoreksi
(taa/tas)