Rupiah Anteng Sikapi Data Inflasi, Ini Sebabnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 April 2019 11:51
Sudah Melaju Kencang, Dolar AS 'Rehat' Dulu
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia)
Sejauh ini rupiah dkk di Asia berhasil memanfaatkan dolar AS yang sedang 'istirahat'. Pada pukul 11:25 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%. 

Dolar AS memang butuh rehat sejenak karena penguatannya sudah lumayan tajam. Dalam sepekan terakhir, penguatan Dollar Index mencapai 0,64% sementara dalam sebulan ke belakang kenaikannya adalah 0,68%. Reli yang sudah lumayan panjang tentu perlu koreksi agar pasar bergerak sehat, tidak terjadi penggelembungan nilai aset (aset bubble).  

Aksi ambil untung (profit taking) juga kebetulan ada pemicunya, yaitu imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang sudah lagi mengalami inversi. Pada pukul 11:28 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4166% sementara yang 10 tahun adalah 2,4369%.  

Yield tenor panjang sudah lebih tinggi dibandingkan yang tenor pendek. Situasi kembali normal, tidak ada lagi inversi (setidaknya untuk saat ini). 

Inversi yield tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi kekhawatiran utama pelaku pasar sepanjang pekan lalu. Maklum, inversi yield di dua seri ini menjadi sinyal terjadinya resesi.

Baca: Perhatian! Belajar dari Sejarah, AS Hampir Pasti Resesi

Dengan situasi yang berangsur normal, kecemasan akan resesi di Negeri Adidaya pun menipis. Investor bisa menghembuskan nafas lega, tetapi entah untuk berapa lama. 

Selain itu, dolar AS juga mundur teratur karena pernyataan bakal calon pejabat teras The Federal Reserve/The Fed, Stephen Moore. Salah satu penasihat keuangan Gedung Putih ini digadang-gadang akan diajukan oleh Presiden Donald Trump untuk mengisi salah satu posisi di Dewan Gubernur The Fed. 

Dalam wawancara dengan New York Times, Moore menegaskan bahwa The Fed bisa memangkas suku bunga acuan 50 basis poin (bps) dalam waktu dekat. Pasalnya, Moore menilai kenaikan Federal Funds Rate pada September dan Desember tahun lalu sebagai sebuah kesalahan yang harus dihapus. 

"Saya sangat marah, dan Bapak Presiden juga marah (dengan kenaikan suku bunga acuan). Kenaikan suku bunga acuan, apalagi pada Desember, tidak bisa dijelaskan. Harga komoditas sudah jatuh," tegas Moore. 

Jika Moore benar-benar masuk menjadi anggota Dewan Gubernur The Fed, maka kebijakan bank sentral AS ke depan diperkirakan semakin akomodatif. Penurunan Federal Funds Rate bisa saja menjadi kenyataan. 

Penurunan suku bunga acuan akan semakin membuat berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS kurang menarik. Akibatnya, langkah mata uang Negeri Paman Sam semakin berat karena tekanan jual.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular