Penjualan Sritex Melesat 36,16%, Tapi Marjin Malah Turun

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
29 March 2019 15:55
Akuisisi dua perusahaan tersebut menyebabkan perusahaan harus menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 85 juta.
Foto: dok Sritex
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan tekstil terbesar Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dikenal juga dengan nama Sritex, untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir, berhasil membukukan pertumbuhan penjualan hingga 36,16% year-on-year (YoY).

Dalam 4 tahun terakhir, rerata penjualan perusahaan tumbuh di kisaran 9-12% YoY.

Penjualan Sritex pada tahun lalu sebesar US$ 1,03 miliar dari yang sebelumnya US$ 759,3 juta. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh melesatnya penjualan untuk produk benang yang naik 58,84% YoY menjadi US$ 464,41 juta.

Di lain pihak, penjualan jenis usaha lainnya juga tumbuh: kain jadi naik 29,14% YoY menjadi US$ 250,18 juta; pakaian jadi naik 23,03% YoY menjadi US$ 244,97 juta; kain mentah relatif stabil di kisaran US$ 74,38 juta.

Melansir press release perusahaan, peningkatan penjualan sejatinya didukung oleh aksi akuisisi 2 perusahaan pemintalan benang, yang mampu memberikan kontribusi penjualan sebesar 20%. Dua perusahaan yang dimaksud adalah PT Primayudha Mandirijaya (PM) dan PT Biratex Industries (BI).

Akuisisi dua perusahaan tersebut menyebabkan perusahaan harus menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 85 juta.

Sayangnya, meski penjualan perusahaan mampu tumbuh 36,16% YoY, namun laba bersih Sritex hanya berhasil naik 24,35% YoY.

Pada periode 2018, Sritex membukukan laba bersih sebesar US$ 84,56 juta atau setara Rp 1,24 triliun (kurs Rp 14.481/US$). Kemudian, marjin bersih perusahaan terkoreksi tipis ke level 8,18% dari sebelumnya 8,74% di tahun 2017.

Besar kemungkinan laba Sritex tertekan karena adanya peningkatan pada pos pembiayaan.

Jika ditilik lebih detil, biaya pokok penjualan melesat naik sebesar 44,57% YoY menjadi US$ 850,17 juta dari yang sebelumnya hanya US$ 588,08 juta. Pasalnya, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi tidak langsung yang merupakan komponen biaya pokok penjualan naik lebih dari 60% YoY.

Sebagai informasi, yang termasuk komponen biaya produksi tidak langsung seperti biaya listrik, air, sewa bangunan, biaya impor, biaya ongkos angkut, dan sebagainya.

Tahun lalu total aset perusahaan naik menjadi US$ 1,36 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$ 1,19 miliar. Terdiri dari aset lancar US$ 706,25 juta dan aset tak lancar US$ 658,02 juta

Liabilitas perseroan pada 2018 naik tipis menjadi US$ 848,02 juta, dari akhir 2017 yang sebesar US$ 750,74 juta. Dengan liabilitas jangka pendek senilai US$ 228,96 juta dan liabilitas jangka panjang senilai US$ 619,07 juta.

Sementara nilai ekuitas di periode tersebut tercatat mencapai US$ 516,25 juta.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Sritex Perpanjang Utang Jatuh Tempo Rp 5 T Jadi 2024

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular