
Rupiah Loyo, IHSG Harus Pasrah Akhiri Sesi I di Zona Merah
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 March 2019 12:52

Pelemahan rupiah membuat sentimen positif berupa optimisme terkait damai dagang AS-China menjadi tak terasa di pasar saham tanah air. Pada hari Kamis dan Jumat (28 & 29 Maret), AS dan China akan menggelar negosiasi dagang di Beijing, mempertemukan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Digelarnya negosiasi pada pekan ini membuka kesempatan bagi kedua negara untuk segera merampungkan kesepakatan dagang yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Sebelumnya, pertemuan antara Trump dan Jinping direncanakan digelar pada akhir bulan Maret, sebelum kemudian dikabarkan diundur hingga akhir April. Lalu, pertemuan dua pimpinan negara dengan nilai perekonomian raksasa tersebut kembali dikabarkan diundur hingga Juni.
Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.
Jika kedua negara bisa mencapai kesepakatan dagang, besar kemungkinan bahwa pengenaan bea masuk tersebut akan dihapuskan dan mendorong laju perekonomian kedua negara. Hal ini menjadi sangat penting guna mencegah perekonomian China mengalami hard landing pada tahun ini.
Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini menjadi di kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Digelarnya negosiasi pada pekan ini membuka kesempatan bagi kedua negara untuk segera merampungkan kesepakatan dagang yang nantinya akan ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Sebelumnya, pertemuan antara Trump dan Jinping direncanakan digelar pada akhir bulan Maret, sebelum kemudian dikabarkan diundur hingga akhir April. Lalu, pertemuan dua pimpinan negara dengan nilai perekonomian raksasa tersebut kembali dikabarkan diundur hingga Juni.
Jika kedua negara bisa mencapai kesepakatan dagang, besar kemungkinan bahwa pengenaan bea masuk tersebut akan dihapuskan dan mendorong laju perekonomian kedua negara. Hal ini menjadi sangat penting guna mencegah perekonomian China mengalami hard landing pada tahun ini.
Sebagai informasi, pemerintah China belum lama ini resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini menjadi di kisaran 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Most Popular