Gawat! Investor Kian Yakin AS akan Alami Resesi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 March 2019 15:16
Gawat! Investor Kian Yakin AS akan Alami Resesi
Foto: Salju di Washington, Amerika Serikat (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia boleh bangkit hari ini. Namun, pelaku pasar sudah sepatutnya waspada. Pasalnya, penguatan yang terjadi bisa jadi hanya sementara.

Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 2,13%, indeks Hang Seng naik 0,52%, indeks Straits Times naik 0,69%, dan indeks Kospi naik 0,32%. Sementara itu, Indeks harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan sebesar 0,78%.

Koreksi dalam yang dialami bursa saham regional pada perdagangan kemarin (25/3/2019) membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli pada hari ini. Kemarin, indeks Nikkei ditutup anjlok 3,01%, indeks Hang Seng turun 2,03%, indeks Straits Times terkoreksi 0,91%, indeks Kospi terpangkas 1,92%, dan IHSG ambruk 1,75%.

Kepercayaan investor yang kian besar bahwa AS akan masuk ke dalam jurang resesi menjadi risiko utama yang harus diwaspadai pelaku pasar. Pada hari Jumat kemarin (22/3/2019), terjadi inversi pada obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun.

Inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Melansir data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan tanggal 22 Maret 2019, yield obligasi AS tenor 3 bulan berada di level 2,462%, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,455%.

Inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun merupakan konfirmasi dari potensi datangnya resesi di AS. Pasalnya dalam 3 resesi terkahir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun yang sebelumnya didahului inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Berbicara mengenai inversi pada tenor 3 dan 5 tahun, hal ini sudah terjadi pada 3 Desember 2018 silam.

Pada penutupan perdagangan kemarin, inversi yang terjadi semakin parah. Jika pada hari Jumat yield obligasi AS tenor 3 bulan lebih tinggi sebesar 0,7 bps dari yield obligasi AS tenor 10 tahun, pada penutupan perdagangan kemarin nilainya sudah mencapai 3,6 bps. Pada perdagangan hari ini, nilainya memang sedikit menipis namun masih terbilang besar, yakni 3,4 bps.



Inversi yang semakin parah tersebut (yield tenor 3 bulan semakin meninggalkan yield tenor 10 tahun) mengindikasikan bahwa pelaku pasar kian yakin bahwa AS akan masuk ke dalam jurang resesi. Data ekonomi AS yang melempem memang patut membuat kita waspada bahwa resesi akan datang. Sejatinya, lesunya pertumbuhan ekonomi AS belum lama ini dikonfirmasi sendiri oleh The Federal Reserve selaku bank sentral AS.

Selepas menggelar pertemuan selama dua hari pada pekan lalu, The Fed memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk tahun ini menjadi hanya 2,1%, dari yang sebelumnya 2,3% pada proyeksi bulan Desember. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat menjadi hanya 1,9%.

Seiring dengan dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi, The Fed menahan tingkat suku bunga acuan di level 2,25%-2,5%.  Tak hanya menahan tingkat suku bunga acuan, The Fed juga memangkas proyeksinya atas kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.

Kini, The Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan tak akan dinaikkan sama sekali pada tahun 2019. Padahal pada bulan Desember, diproyeksikan ada kenaikan sebesar 50 bps.

Dalam mengukur kekuatan ekonomi AS sekaligus menentukan kebijakan suku bunga acuannya, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja. Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan personal consumption expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang The Fed untuk inflasi adalah 2%.

Untuk periode Desember 2018, PCE price index tumbuh sebesar 1,7% YoY, laju terlemah sejak Agustus 2017 dan cukup jauh dari target The Fed. Dalam beberapa bulan sebelumnya, pertumbuhan PCE price index memang sudah berada dalam tren perlambatan, menunjukkan bahwa konsumsi
masyarakat AS sedang mengalami tekanan.   

Berbicara mengenai pasar tenaga kerja, penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian AS tercatat hanya sebanyak 20.000 pada bulan Februari, yang merupakan capaian terendah semenjak September 2017. Lemahnya angka penciptaan lapangan kerja menunjukkan bahwa perekonomian AS saat ini sedang kurang bergairah.
Jadi, rebound bursa saham regional pada hari ini memang wajib diwaspadai. Pasalnya, kekhawatiran atas terjadinya resesi di AS sangat mungkin kembali memantik aksi jual dengan intensitas yang besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Berhadapan dengan Resesi AS, IHSG Terjun Bebas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular