
RI Siapkan Gugatan Hukum Lawan Diskriminasi Sawit UE
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
25 March 2019 16:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia akan menggugat aturan pelaksanaan (delegated act) dari kebijakan Arahan Energi Terbarukan II (Renewable Energy Directive/RED II) yang diloloskan Komisi Eropa pada 13 Maret lalu ke Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) WTO, apabila nantinya aturan tersebut diadopsi oleh Parlemen Eropa.
Selain menggugat melalui WTO, pemerintah juga mendorong pelaku usaha, dalam hal ini asosiasi industri sawit yang dirugikan seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) untuk menggugat kebijakan RED II serta aturan turunannya melalui Mahkamah Eropa (Court of Justice of the European Union/CJEU).
"Kita akan melawan kebijakan Eropa ini secara G2G [pemerintah ke pemerintah] melalui WTO. Namun kita juga mendorong pelaku bisnis untuk melayangkan gugatan melalui Court of Justice. Mungkin nanti secara paralel," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (25/3/2019).
Saat ini pemerintah sedang menyiapkan berbagai strategi yang diperlukan, termasuk menunjuk firma hukum yang akan mewakili pemerintah RI dalam sengketa di DSB WTO.
Selain itu, lanjut Oke, pemerintah juga berkoordinasi dengan negara-negara produsen sawit lainnya seperti Malaysia untuk mengonsolidasikan strategi yang akan ditempuh dalam perkara melawan Uni Eropa.
"Banyak yang kita pertimbangkan, juga dari sisi mitra kita, Malaysia akan menunjuk law firm mana. Kita harus saling melengkapi. Intinya saat ini langkahnya sudah mengarah ke litigasi, bukan lagi diplomasi," tegasnya.
Dalam dokumen aturan terbaru yang dirilis, Komisi Eropa menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global. Oleh karena itu, Uni Eropa berencana menghapus secara bertahap pemakaian biofuel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga mencapai 0% pada 2030.
Pemerintah RI mengecam keras RED II dan aturan turunannya yang dianggap mendiskriminasi kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya (kedelai, rape seed, bunga matahari) dalam memenuhi persyaratan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati (biofuel) yang berkelanjutan di pasar Eropa.
"Indonesia ingin menegaskan, karena [langkah Eropa] itu tindakan diskriminatif dan mereka selalu bicara multilarisme, maka begitu delegated act diundangkan oleh mereka, kami akan menggugat ini ke WTO. Di sanalah ini seharusnya diuji, apakah ini aturan yang adil atau ini hanya bentuk proteksionisme," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kemenlu, pekan lalu.
Simak video terkait rencana RI boikot produk EU di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Taipan RI Berharta Rp 21 T Ini Jual Kebun Sawit, Cuan nih?
Selain menggugat melalui WTO, pemerintah juga mendorong pelaku usaha, dalam hal ini asosiasi industri sawit yang dirugikan seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) untuk menggugat kebijakan RED II serta aturan turunannya melalui Mahkamah Eropa (Court of Justice of the European Union/CJEU).
"Kita akan melawan kebijakan Eropa ini secara G2G [pemerintah ke pemerintah] melalui WTO. Namun kita juga mendorong pelaku bisnis untuk melayangkan gugatan melalui Court of Justice. Mungkin nanti secara paralel," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (25/3/2019).
Saat ini pemerintah sedang menyiapkan berbagai strategi yang diperlukan, termasuk menunjuk firma hukum yang akan mewakili pemerintah RI dalam sengketa di DSB WTO.
Selain itu, lanjut Oke, pemerintah juga berkoordinasi dengan negara-negara produsen sawit lainnya seperti Malaysia untuk mengonsolidasikan strategi yang akan ditempuh dalam perkara melawan Uni Eropa.
"Banyak yang kita pertimbangkan, juga dari sisi mitra kita, Malaysia akan menunjuk law firm mana. Kita harus saling melengkapi. Intinya saat ini langkahnya sudah mengarah ke litigasi, bukan lagi diplomasi," tegasnya.
![]() |
Dalam dokumen aturan terbaru yang dirilis, Komisi Eropa menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global. Oleh karena itu, Uni Eropa berencana menghapus secara bertahap pemakaian biofuel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga mencapai 0% pada 2030.
Pemerintah RI mengecam keras RED II dan aturan turunannya yang dianggap mendiskriminasi kelapa sawit dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya (kedelai, rape seed, bunga matahari) dalam memenuhi persyaratan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati (biofuel) yang berkelanjutan di pasar Eropa.
"Indonesia ingin menegaskan, karena [langkah Eropa] itu tindakan diskriminatif dan mereka selalu bicara multilarisme, maka begitu delegated act diundangkan oleh mereka, kami akan menggugat ini ke WTO. Di sanalah ini seharusnya diuji, apakah ini aturan yang adil atau ini hanya bentuk proteksionisme," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kemenlu, pekan lalu.
Simak video terkait rencana RI boikot produk EU di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Taipan RI Berharta Rp 21 T Ini Jual Kebun Sawit, Cuan nih?
Most Popular