
Laris Jualan Air Minum, Laba Cleo Naik 26,09% Jadi Rp 63 M
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
25 March 2019 15:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja emiten produsen air minum Cleo, PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO) sepanjang tahun lalu tumbuh positif. Pendapatan CLEO bahkan melesat 35,21% year-on-year (YoY) menjadi Rp 831,10 miliar dari tahun sebelumnya Rp 614,68 miliar.
Data laporan keuangan menunjukkan, lini penjualan yang tumbuh signifikan adalah produk Cleo kemasan gelas yang naik hingga 66,76% YoY menjadi Rp 231,28 miliar.
Adapun penjualan kemasan botol yang naik 49,25% menjadi Rp 307,67 miliar dan kemasan galon yang tumbuh 22,45% menjadi Rp 289,26 miliar. Kedua lini baik kemasan botol maupun kemasan galon masih paling besar porsinya terhadap pendapatan.
Besar kemungkinan penjualan CLEO meningkat karena adanya pertumbuhan pembelian air minum Cleo pada minimarket, seperti Indomaret, Alfamidi, dan Alfamart.
Pasalnya, mayoritas (64,51%) air minum Cleo disalurkan oleh PT Sentralsari Primasentosa (SSP) yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk Cleo ke minimarket tersebut.
Namun sayang, meskipun penjualan melesat hingga 35,21% YoY, laba bersih (bottom line) CLEO hanya dapat tumbuh 26,09% YoY, menjadi Rp 63,26 miliar dari tahun sebelumnya Rp 50,17 miliar.
Alhasil perusahaan hanya mencatatkan net margin pada tahun 2018 sebesar 7,61%, dari yang sebelumnya 8,16% pada tahun 2017.
Bottom line perusahaan tertekan karena adanya peningkatan yang cukup signifikan pada pos beban pokok penjualan yang melesat hingga 44,64% YoY.
Tahun lalu, perusahaan mencatatkan beban pokok penjualan sebesar Rp 562,46 miliar, padahal tahun 2017 hanya senilai Rp 388,87 miliar.
Pertumbuhan beban pokok penjualan yang tidak proporsional dengan pertumbuhan penjualan, tentunya menekan margin perusahaan. Belum lagi, CLEO juga mencatatkan kerugian yang lebih besar dari selisih kurs dan pelepasan aset.
Rugi akibat selisih kurs yang dibukukan meningkat 379,23% YoY menjadi Rp 746,18 juta dari yang sebelumnya hanya rugi kurs sebesar Rp 155,71 juta.
Belum lagi, CLEO juga mencatatkan kerugian lebih tinggi atas pelepasan aset perusahaan yang naik hingga 32,75% YoY menjadi Rp 5,87 miliar.
Pelepasan aset yang dimaksud adalah penghancuran galon air minum yang tidak layak digunakan karena sudah pecah dan bocor.
Di lain pihak, dari sisi pos neraca, perusahaan membukukan pertumbuhan total aset hingga 26,18% YoY menjadi Rp 833,93 miliar, kenaikan yang hampir serupa dengan pertumbuhan laba bersih. Pertumbuhan total aset CLEO mayoritas disokong oleh peningkatan persediaan dan jumlah aset tetap perusahaan.
Lebih lanjut, total ekuitas perusahaan tahun 2018 melesat hingga 113,27% YoY menjadi Rp 635,48 miliar dikarenakan tahun lalu ada penambahan modal sebanyak Rp 254 miliar melalui metode Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) alias private placement.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article CLEO Caplok Merek Air Minum Super O2
Data laporan keuangan menunjukkan, lini penjualan yang tumbuh signifikan adalah produk Cleo kemasan gelas yang naik hingga 66,76% YoY menjadi Rp 231,28 miliar.
Adapun penjualan kemasan botol yang naik 49,25% menjadi Rp 307,67 miliar dan kemasan galon yang tumbuh 22,45% menjadi Rp 289,26 miliar. Kedua lini baik kemasan botol maupun kemasan galon masih paling besar porsinya terhadap pendapatan.
Besar kemungkinan penjualan CLEO meningkat karena adanya pertumbuhan pembelian air minum Cleo pada minimarket, seperti Indomaret, Alfamidi, dan Alfamart.
Pasalnya, mayoritas (64,51%) air minum Cleo disalurkan oleh PT Sentralsari Primasentosa (SSP) yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk Cleo ke minimarket tersebut.
Namun sayang, meskipun penjualan melesat hingga 35,21% YoY, laba bersih (bottom line) CLEO hanya dapat tumbuh 26,09% YoY, menjadi Rp 63,26 miliar dari tahun sebelumnya Rp 50,17 miliar.
Alhasil perusahaan hanya mencatatkan net margin pada tahun 2018 sebesar 7,61%, dari yang sebelumnya 8,16% pada tahun 2017.
Bottom line perusahaan tertekan karena adanya peningkatan yang cukup signifikan pada pos beban pokok penjualan yang melesat hingga 44,64% YoY.
Tahun lalu, perusahaan mencatatkan beban pokok penjualan sebesar Rp 562,46 miliar, padahal tahun 2017 hanya senilai Rp 388,87 miliar.
Pertumbuhan beban pokok penjualan yang tidak proporsional dengan pertumbuhan penjualan, tentunya menekan margin perusahaan. Belum lagi, CLEO juga mencatatkan kerugian yang lebih besar dari selisih kurs dan pelepasan aset.
Rugi akibat selisih kurs yang dibukukan meningkat 379,23% YoY menjadi Rp 746,18 juta dari yang sebelumnya hanya rugi kurs sebesar Rp 155,71 juta.
Belum lagi, CLEO juga mencatatkan kerugian lebih tinggi atas pelepasan aset perusahaan yang naik hingga 32,75% YoY menjadi Rp 5,87 miliar.
Pelepasan aset yang dimaksud adalah penghancuran galon air minum yang tidak layak digunakan karena sudah pecah dan bocor.
Di lain pihak, dari sisi pos neraca, perusahaan membukukan pertumbuhan total aset hingga 26,18% YoY menjadi Rp 833,93 miliar, kenaikan yang hampir serupa dengan pertumbuhan laba bersih. Pertumbuhan total aset CLEO mayoritas disokong oleh peningkatan persediaan dan jumlah aset tetap perusahaan.
Lebih lanjut, total ekuitas perusahaan tahun 2018 melesat hingga 113,27% YoY menjadi Rp 635,48 miliar dikarenakan tahun lalu ada penambahan modal sebanyak Rp 254 miliar melalui metode Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) alias private placement.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas) Next Article CLEO Caplok Merek Air Minum Super O2
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular