
Jelang Akhir Pekan, IHSG Bergerak dari Zona Hijau
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
22 March 2019 09:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang akhir pekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat 0,14% ke level 6.510,85. IHSG bersamaan dengn bursa utama Asia lainnya menyongsong akhir pekan dengan penuh gairah.
Seperti rekannya di Benua Kuning, penguatan IHSG didukung oleh keputusan Bank Sentral AS/The Fed untuk menahan suku bunga acuan, belum lagi pagi ini harga minyak jenis Brent dan Light Sweet pada pukul 09:00 amblas 0,15%
Jerome 'Jay' Powell (Gubernur The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di rentang 2,25-2,5% dan juga per September tahun ini berhenti merampingkan neraca The Fed. Ini artinya The Fed akan mulai menyuntikan kembalinya dananya untuk pertumbuhan perekonomian AS.
Jika, perekonomian AS tumbuh, tentunya Indonesia akan bersuka cita, karena Negeri Paman Sam adalah negara Importir terbesar untuk produk-produk ekspor tanah air.
Selain sikap The Fed yang kalem, penurunan harga minyak dunia juga membuat pelaku pasar yakin Indonesia akan bisa keluar dari defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) tahun lalu. Pasalnya salah satu momok dari CAD tahun lalu adalah tingginya harga minyak dunia.
Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah anugerah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia akan diuntungkan karena biaya impor lebih murah saat harga minyak turun. Akibatnya, devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak pun lebih sedikit.
Jika uang yang digelontorkan untuk impor minyak menipis, dan ekspor ke Negeri Paman Sam tumbuh, ini membuat transaksi berjalan (current account) menjadi lebih kuat dan menjadi fondasi bagi perekonomian Indonesia yang lebih stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Seperti rekannya di Benua Kuning, penguatan IHSG didukung oleh keputusan Bank Sentral AS/The Fed untuk menahan suku bunga acuan, belum lagi pagi ini harga minyak jenis Brent dan Light Sweet pada pukul 09:00 amblas 0,15%
Jerome 'Jay' Powell (Gubernur The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di rentang 2,25-2,5% dan juga per September tahun ini berhenti merampingkan neraca The Fed. Ini artinya The Fed akan mulai menyuntikan kembalinya dananya untuk pertumbuhan perekonomian AS.
Jika, perekonomian AS tumbuh, tentunya Indonesia akan bersuka cita, karena Negeri Paman Sam adalah negara Importir terbesar untuk produk-produk ekspor tanah air.
Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah anugerah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia akan diuntungkan karena biaya impor lebih murah saat harga minyak turun. Akibatnya, devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak pun lebih sedikit.
Jika uang yang digelontorkan untuk impor minyak menipis, dan ekspor ke Negeri Paman Sam tumbuh, ini membuat transaksi berjalan (current account) menjadi lebih kuat dan menjadi fondasi bagi perekonomian Indonesia yang lebih stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000
Most Popular