
Didorong Keyakinan Peningkatan Permintaan, Harga CPO Menguat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
21 March 2019 16:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) masih terus menguat pada perdagangan hari Kamis ini (21/3/2019).
Hingga pukul 15:10 WIB, harga CPO kontrak acuan Juni di Bursa Derivatives Malaysia Exchange menguat 0,65% ke posisi MYR 2.178/ton (US$ 536,38/ton) setelah melesat 1,55% kemarin (19/3/2019).
Dalam sepekan, harga CPO sudah naik 5,57% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun harga komoditas agrikultur andalan Indonesia ini tercatat menguar 2,69%.
Bila hari ini kembali ditutup di zona hijau, maka merupakan reli hari ke-4.
Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia tersebut sudah terpangkas 2,88%.
Ekspektasi pelaku pasar akan peningkatan nilai ekspor minyak sawit hari ini dapat sedikit membuat kekhawatiran akan banjir pasokan dapat dikurangi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh surveyor kargo Societe Generale de Surveillance (SGS), ekspor produk minyak sawit Malaysia pada periode 1-20 Maret mencapai 925,4 ribu ton naik 0,8% dari periode yang sama bulan Februari yang sebesar 918 ribu ton.
Mengacu pada data yang dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB), volume ekspor minyak sawit Malaysia sepanjang Februari 2019 mencapai 1,32 juta ton, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 1,68 juta ton.
Artinya, hanya tambahan lebih dari 394 ribu ton lagi untuk melampaui ekspor di Februari.
Ini merupakan suatu pertanda baik. Sebab bila nilai ekspor meningkat maka, stok minyak sawit yang telah menumpuk sejak akhir tahun 2018 bisa sedikit dikuras.
Sebagai informasi, stok minyak sawit Negeri Jiran per akhir Februari 2018 mencapai 3,02 juta ton, yang mana meningkat dari periode yang sama tahun 2018 yang hanya 2,47 juta ton. Hal ini yang menjadi alasan turunnya harga CPO sepanjang bulan Februari.
Selain itu, harga minyak kedelai di pasar Chicago yang juga naik 0,2% pada hari ini dapat memberi dorongan positif pada pergerakan harga CPO. Ini terjadi lantaran minyak sawit dan minyak kedelai merupakan produk saingan di pasar minyak nabati global.
Akan tetapi, ancaman kontraksi permintaan minyak sawit dari Uni Eropa (UE) juga masih memberikan energi negatif pada CPO hingga hari ini.
Pada minggu lalu, Komisi Uni Eropa menetapkan minyak sawit sebagai produk yang tidak berkelanjutan.
Aturan tersebut akan membuat penggunaan minyak sawit dalam campuran biodiesel akan dikurangi secara bertahap, hingga habis sama sekali pada 2030.
Tentu saja ini menjadi ancaman yang serius bagi keseimbangan fundamental, mengingat UE merupakan importir terbesar ke-2 minyak sawit dunia, hanya kalah dari India.
Sebagai pembanding, berdasarkan data dari International Trade Centre (ITC), impor minyak sawit India sepanjang 2017 adalah sebesar 9,18 juta ton, sedangkan UE sebesar 7,2 juta ton. China mengekor di posisi ke-3 dengan volume impor sebesar 5 juta ton.
Apalagi lebih dari separuh pemanfaatan minyak sawit di UE adalah untuk biodiesel. Kasarnya, permintaan sawit dari UE akan terpangkas setengahnya bila aturan baru tersebut sudah berlaku penuh. Akan ada sekitar 3,6 juta ton minyak sawit yang berpotensi tidak terserap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Perang Dagang AS-China Makin Panas, Harga CPO Jadi Korban
Hingga pukul 15:10 WIB, harga CPO kontrak acuan Juni di Bursa Derivatives Malaysia Exchange menguat 0,65% ke posisi MYR 2.178/ton (US$ 536,38/ton) setelah melesat 1,55% kemarin (19/3/2019).
Dalam sepekan, harga CPO sudah naik 5,57% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun harga komoditas agrikultur andalan Indonesia ini tercatat menguar 2,69%.
Bila hari ini kembali ditutup di zona hijau, maka merupakan reli hari ke-4.
Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia tersebut sudah terpangkas 2,88%.
Ekspektasi pelaku pasar akan peningkatan nilai ekspor minyak sawit hari ini dapat sedikit membuat kekhawatiran akan banjir pasokan dapat dikurangi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh surveyor kargo Societe Generale de Surveillance (SGS), ekspor produk minyak sawit Malaysia pada periode 1-20 Maret mencapai 925,4 ribu ton naik 0,8% dari periode yang sama bulan Februari yang sebesar 918 ribu ton.
Mengacu pada data yang dirilis oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB), volume ekspor minyak sawit Malaysia sepanjang Februari 2019 mencapai 1,32 juta ton, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 1,68 juta ton.
Artinya, hanya tambahan lebih dari 394 ribu ton lagi untuk melampaui ekspor di Februari.
Ini merupakan suatu pertanda baik. Sebab bila nilai ekspor meningkat maka, stok minyak sawit yang telah menumpuk sejak akhir tahun 2018 bisa sedikit dikuras.
Sebagai informasi, stok minyak sawit Negeri Jiran per akhir Februari 2018 mencapai 3,02 juta ton, yang mana meningkat dari periode yang sama tahun 2018 yang hanya 2,47 juta ton. Hal ini yang menjadi alasan turunnya harga CPO sepanjang bulan Februari.
Selain itu, harga minyak kedelai di pasar Chicago yang juga naik 0,2% pada hari ini dapat memberi dorongan positif pada pergerakan harga CPO. Ini terjadi lantaran minyak sawit dan minyak kedelai merupakan produk saingan di pasar minyak nabati global.
Akan tetapi, ancaman kontraksi permintaan minyak sawit dari Uni Eropa (UE) juga masih memberikan energi negatif pada CPO hingga hari ini.
Pada minggu lalu, Komisi Uni Eropa menetapkan minyak sawit sebagai produk yang tidak berkelanjutan.
Aturan tersebut akan membuat penggunaan minyak sawit dalam campuran biodiesel akan dikurangi secara bertahap, hingga habis sama sekali pada 2030.
Tentu saja ini menjadi ancaman yang serius bagi keseimbangan fundamental, mengingat UE merupakan importir terbesar ke-2 minyak sawit dunia, hanya kalah dari India.
Sebagai pembanding, berdasarkan data dari International Trade Centre (ITC), impor minyak sawit India sepanjang 2017 adalah sebesar 9,18 juta ton, sedangkan UE sebesar 7,2 juta ton. China mengekor di posisi ke-3 dengan volume impor sebesar 5 juta ton.
Apalagi lebih dari separuh pemanfaatan minyak sawit di UE adalah untuk biodiesel. Kasarnya, permintaan sawit dari UE akan terpangkas setengahnya bila aturan baru tersebut sudah berlaku penuh. Akan ada sekitar 3,6 juta ton minyak sawit yang berpotensi tidak terserap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Perang Dagang AS-China Makin Panas, Harga CPO Jadi Korban
Most Popular