Satu Mata Uang Asia yang Gagal Ditaklukkan Dolar AS: Rupiah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 March 2019 12:30
Satu Mata Uang Asia yang Gagal Ditaklukkan Dolar AS: Rupiah!
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar pot hari ini. Hebatnya lagi, rupiah menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang menguat di hadapan greenback. 

Pada Rabu (20/3/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.210. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,1%. Selepas itu, penguatan rupiah tergerus dan bahkan sempat habis. 

Namun itu tidak lama karena rupiah mampu kembali masuk ke jalur hijau. Bahkan rupiah penguatan rupiah sudah mulai mantap. 


Jika penguatan ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah akan menguat selama 4 hari beruntun. Andai kejadian, maka akan menjadi rantai penguatan terpanjang sejak 22-28 Januari lalu. 

 

Kebanggaan terhadap rupiah bertambah setelah melihat para tetangganya. Ya, di antara mata uang utama Asia rupiah menjadi satu-satunya yang menguat terhadap dolar AS. Bahkan ringgit Malaysia yang sempat menjadi mata uang terbaik kini tidak lagi menguat. 


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:10 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang membuat rupiah begitu standout? Setidaknya ada dua alasan. 

Pertama, rupiah sudah melemah lumayan tajam akhir-akhir ini. Sejak akhir Februari hingga 6 Maret, rupiah terdepresiasi 4,53%. 

Ini membuat rupiah memiliki peluang untuk mengalami technical rebound. Rupiah yang sudah murah sedikit banyak menarik minat investor untuk mengoleksi mata uang Tanah Air. 

Kedua, perkembangan harga minyak menjadi sentimen positif bagi rupiah. Pada pukul 12:14 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet terkoreksi masing-masing 0,09% dan 0,2%. 

 

Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia merupakan negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi belum memadai. 

Ketika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini akan lebih murah. Devisa yang 'terbakar' untuk keperluan impor menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi tekanan di transaksi berjalan (current account). Rupiah pun punya kesempatan untuk menguat karena fondasi yang lebih kokoh.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular