Rupiah Istiqomah Menuju Penguatan 3 Hari Beruntun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 March 2019 12:30
Rupiah <i>Istiqomah</i> Menuju Penguatan 3 Hari Beruntun
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Meski penguatan rupiah cenderung menipis, tetapi setidaknya belum pernah terpeleset ke zona merah. 

Pada Selasa (19/32/2019) pukul 12:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.223. Rupiah menguat 0,08% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Jika penguatan ini bertahan hingga penutupan pasar, maka rupiah resmi menguat selama 3 hari beruntun.

Rupiah memang masih menguat, tetapi kewaspadaan tidak boleh kendur karena saat pembukaan pasar penguatan rupiah mencapai 0,18%. Selepas pembukaan, apresiasi rupiah memang cenderung berkurang bahkan sempat hanya tersisa 0,04%.

 
Sampai saat ini rupiah masih konsisten alias istiqomah di jalur hijau, belum pernah sedetik pun merasakan pelemahan. Semoga ini berlanjut sampai penutupan pasar.

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 

 

Tidak cuma rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Hanya yuan China, peso Filipina, dan dolar Taiwan yang masih tertinggal di zona merah. 

Juga seperti rupiah, penguatan mata uang utama Benua Kuning relatif terbatas. Rupee India dan baht Thailand berbagi tempat di posisi puncak klasemen mata uang Asia sebagai yang terbaik. Disusul oleh yen Jepang di posisi runner-up dan won Korea Selatan di peringkat ketiga.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:09 WIB:
 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, dolar AS juga melemah secara global. Pada pukul 12:10 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih terkoreksi 0,1%. 

Rupanya sentimen jelang rapat The Federal Reserves/The Fed terlalu kuat dan menerjang dolar AS. Dalam rapat Selasa-Rabu waktu setempat, Jerome 'Jay' Powell dan rekan diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5%. Kemungkinannya mencapai 98,7%, menurut CME Fedwatch. 

Tidak hanya itu, pelaku pasar juga berekspektasi The Fed akan kembali melontarkan pernyataan bernada kalem (dovish). Kata "sabar" sepertinya akan kembali keluar seperti bulan lalu. 


Artinya, prospek kenaikan Federal Funds Rate dalam waktu dekat sangat kecil. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas suku bunga acuan bertahan di 2,25-2,5% pada akhir 2019 masih cukup tinggi yaitu 71,4%. Bahkan peluang untuk turun ke 2-2,25% lumayan besar yakni 24,9%. 

Berapa peluang untuk naik ke 2,5-2,75%? Nol persen. 

Kemungkinan ke arah sana semakin tinggi karena data-data ekonomi AS yang melempem. Terakhir, indeks perumahan NAHB pada Maret 2019 berada di angka 62, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Pencapaian Maret tersebut berada di bawah konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 63. 

Jadi memang mungkin belum saatnya The Fed mengetatkan kebijakan moneter. Bahkan The Fed lebih berpeluang untuk memberikan stimulus berupa penurunan suku bunga acuan untuk merangsang geliat ekonomi Negeri Paman Sam. 

"Sekitar 30% pelaku pasar memperkirakan ada penurunan suku bunga acuan tahun ini. Sekarang fokusnya adalah bagaimana The Fed melakukan itu tanpa menimbulkan gejolak di pasar," kata Kumiko Ishikawa, Analis Senior di Sony Finansial Holdings, mengutip Reuters. 

Perkembangan ini adalah kabar buruk bagi dolar AS. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS dipandang kurang menarik. Dolar AS pun rentan terserang tekanan jual.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular