Meski Permintaan India Bisa Meningkat, Harga CPO Tetap Turun

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
18 March 2019 16:43
Hingga pukul 16:30 WIB, harga CPO kontrak Juni di Bursa Malaysia Derivatives Exchange amblas 0,47% ke posisi MYR 2.102/ton.
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) pada perdagangan hari ini masih betah berada di zona merah.

Hingga pukul 16:30 WIB, harga CPO kontrak Juni di Bursa Malaysia Derivatives Exchange amblas 0,47% ke posisi MYR 2.102/ton.

Koreksi harga terjadi setelah sempat melesat 2,88% pada perdagangan akhir pekan lalu (15/3/2019).



Kali ini nada-nada yang bernada positif kembali datang dari India.

Hari ini, sebuah sumber yang merupakan pejabat di industri mengatakan bahwa impor minyak sawit India akan melonjak hingga 10% YoY pada tahun panen 2018/2019. Bila benar, maka jumlah tersebut merupakan rekor yang tertinggi sepanjang sejarah.

Penyebabnya adalah harga CPO yang kian murah, membuat pelaku industri tergiur untuk membeli minyak sawit lebih banyak.

Terlihat dari penurunan harga yang cukup signifikan dalam dua bulan terakhir.

Sejak mencapai posisi puncak di tahun 2019, yaitu sebesar MYR 2.327/ton pada 28 Januari silam, harga CPO terus berada dalam tren pelemahan.

Terhitung sejak 28 Januari, harga CPO sudah amblas hingga 9,45%.

"Impor minyak sawit akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Pada level harga yang sekarang, [harga minyak sawit] sangat kompetitif dibanding minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari," ujar Govindbhai Patel, direktur manajer G.G. Patel & Nikhil Research Company, mengutip Reuters.

Patel juga menambahkan bahwa impor minyak sawit India pada tahun panen 2018/2019 yang dimulai pada November diprediksi melonjak hingga 10,3% YoY menjadi 9,6 juta ton.

Di sisi lain, Patel juga memprediksi impor minyak biji bunga matahari akan bertahan pada kisaran 2,5 juta ton. Sedangkan impor minyak kedelai akan berkurang sedikit dari tahun lalu yang sebesar 3.05 juta ton.

Berdasarkan Asosiasi Pengolahan Kedelai India (Soybean Processors Association of India/SPAI), produksi kedelai pada tahun panen 2018/2019 akan diproyeksikan meningkat hingga 38% dari tahun sebelumnya.

Selain itu, musim dingin di India yang sudah hampir berakhir juga akan meningkatkan permintaan akan minyak sawit.

Pasalnya, saat musim dingin, rumah tangga cenderung enggan menggunakan minyak goreng tropis karena mudah membeku.

"Musim dingin hampir berakhir. Mengingat sawit lebih murah dan suhu meningkat, usaha penyulingan akan meningkatkan impor," ujar B.V. Metha, direktur eksekutif Solvent Extractors' Association of India (SEA).

Dengan begini, kekhawatiran akan turunnya permintaan minyak sawit dapat sedikit diredam. Pergerakan harga pun kembali mendapatkan dorongan ke atas yang sudah lama tak muncul.

Dengan begini, harga minyak sawit di Malaysia akan mendapatkan sokongan yang cukup kuat. Seab, India merupakan negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia.

Namun apa daya, beberapa sentimen negatif lain masih sukses membawa harga CPO di zona merah.
Dilarangnya penggunaan minyak sawit untuk bahan baku biodiesel di Uni Eropa cukup memberikan ancaman pada permintaan di pasar global.
Pasalnya, Uni Eropa merupakan pasar ke-2 terbesar bagi minyak sawit. Apalagi 51% dari total penggunaannya di Uni Eropa adalah untuk biodiesel. Sudah tentu aturan ini akan membuat permintaan akan terpangkas cukup signifikan.
Di sisi lain, harga minyak kedelai di Bursa Chicago yang amblas 0,7% pada akhir pekan lalu juga masih memberikan beban pada CPO. Karena keduanya merupakan produk substitusi, maka pergerakan harganya akan saling berkorelasi positif.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Sempat Rebound, Pelemahan CPO Berpotensi Berlanjut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular