
Josss, Baru Senin Pagi Rupiah Sudah Terkuat di Asia!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 March 2019 08:33

Rupiah berhasil memanfaatkan dolar AS yang sedang tertekan secara global. Pada pukul 08:16 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,01%.
Rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam sepertinya kurang menyokong penguatan dolar AS. Pada Februari, output industrial AS memang naik 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun angka di di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,4%, sebagaimana konsensus yang dihimpun Reuters.
Data ini sepertinya akan mempertebal keyakinan The Federal Reserves/The Fed untuk menahan suku bunga acuan dalam rapat bulanan yang berlangsung pada Selasa-Rabu waktu setempat. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 2,25-2,5% mencapai 98,7%.
Tidak hanya itu, pelaku pasar juga memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan sejawat lagi-lagi akan mengeluarkan kata "sabar" seperti bulan sebelumnya. Peluang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat, atau bahkan hingga akhir tahun, semakin kecil apabila The Fed terus bersabar.
Ini tentu tidak menguntungkan dolar AS. Cuan dalam investasi di aset-aset berbasis greenback (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) tidak lagi menarik, sehingga ada kemungkinan mengalami tekanan jual.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga suportif terhadap rupiah. Pada pukul 08:18 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,33% dan 0,5%.
Harga si emas hitam terkoreksi karena sudah naik lumayan tajam pekan lalu. Seminggu kemarin, harga brent naik 0,74% sementara light sweet melonjak 2,69%.
"Pasar mengambil nafas sejenak sembari mencerna sentimen mengenai pasokan dan permintaan. Kabar seputar rencana pertemuan OPEC (Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak) akan memberi arah pergerakan selanjutnya," kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group yang berbasis di Chicago, mengutip Reuters.
OPEC dan negara produsen minyak lain seperti Rusia dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17-18 April untuk menentukan kebijakan produksi. Sebelumnya, OPEC Plus sudah menerapkan pemangkasan produksi sampai 1,2 juta barel/hari, dan pertemuan selanjutnya akan menentukan apakah kebijakan ini berlanjut atau tidak.
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi domestik yang tidak memadai.
Penurunan harga minyak tentu membuat biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Ini membuat tekanan di neraca perdagangan akan berkurang, dan nantinya merambat ke perbaikan di pos transaksi berjalan (current account). Dengan transaksi berjalan yang lebih kuat, meski masih defisit, rupiah punya fondasi yang kuat sehingga tidak mudah terombang-ambing.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam sepertinya kurang menyokong penguatan dolar AS. Pada Februari, output industrial AS memang naik 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun angka di di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,4%, sebagaimana konsensus yang dihimpun Reuters.
Data ini sepertinya akan mempertebal keyakinan The Federal Reserves/The Fed untuk menahan suku bunga acuan dalam rapat bulanan yang berlangsung pada Selasa-Rabu waktu setempat. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 2,25-2,5% mencapai 98,7%.
Ini tentu tidak menguntungkan dolar AS. Cuan dalam investasi di aset-aset berbasis greenback (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) tidak lagi menarik, sehingga ada kemungkinan mengalami tekanan jual.
Selain itu, perkembangan harga minyak juga suportif terhadap rupiah. Pada pukul 08:18 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet turun masing-masing 0,33% dan 0,5%.
Harga si emas hitam terkoreksi karena sudah naik lumayan tajam pekan lalu. Seminggu kemarin, harga brent naik 0,74% sementara light sweet melonjak 2,69%.
"Pasar mengambil nafas sejenak sembari mencerna sentimen mengenai pasokan dan permintaan. Kabar seputar rencana pertemuan OPEC (Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak) akan memberi arah pergerakan selanjutnya," kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group yang berbasis di Chicago, mengutip Reuters.
OPEC dan negara produsen minyak lain seperti Rusia dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17-18 April untuk menentukan kebijakan produksi. Sebelumnya, OPEC Plus sudah menerapkan pemangkasan produksi sampai 1,2 juta barel/hari, dan pertemuan selanjutnya akan menentukan apakah kebijakan ini berlanjut atau tidak.
Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi domestik yang tidak memadai.
Penurunan harga minyak tentu membuat biaya impor komoditas ini menjadi lebih murah. Ini membuat tekanan di neraca perdagangan akan berkurang, dan nantinya merambat ke perbaikan di pos transaksi berjalan (current account). Dengan transaksi berjalan yang lebih kuat, meski masih defisit, rupiah punya fondasi yang kuat sehingga tidak mudah terombang-ambing.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular