
Dari Lesu Menjadi Perkasa, Begini Perjuangan Rupiah Hari ini
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2019 17:12

Tidak hanya dari dalam negeri, sentimen eksternal juga mendukung penguatan rupiah. Pertama, kebetulan dolar AS juga sedang melemah secara global. Pada pukul 16:49 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,12%.
Pemberat langkah dolar AS hari ini adalah penjualan rumah di AS pada Januari 2019 yang turun 6,9% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 607.000 unit. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan penjualan di angka 620.000.
Selain itu, dolar AS juga terbeban oleh data klaim tunjangan pengangguran Negeri Paman Sam yang pada pekan yang berakhir 9 Maret tercatat 229.000. Naik 6.000 dibandingkan sepekan sebelumnya.
Data-data tersebut memberi sinyal bahwa Negeri Adidaya juga mengalami perlambatan ekonomi. Saat ekonomi melambat, artinya tekanan inflasi menjadi minim sehingga belum ada kebutuhan bagi The Federal Reserves/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan.
Kedua, ada perkembangan positif dari China terkait hubungannya dengan AS. Dalam pidato di sidang tahunan parlemen China, Perdana Menteri Li Keqiang menegaskan pemerintah akan menerapkan aturan baru mengenai investasi.
Dalam aturan tersebut, China berkomitmen untuk melindungi investasi (termasuk asing) dan tidak akan mewajibkan transfer teknologi. Proses dan pelaksanaan investasi akan dibuat transparan sehingga menciptakan iklim yang nyaman bagi dunia usaha. Aturan ini sudah disahkan oleh parlemen dan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Isu mengenai pemaksaan transfer teknologi ini sering dikeluhkan oleh Presiden AS Donald Trump. Bahkan Trump menyebutnya sebagai pelanggaran atas hak kekayaan intelektual.
Dengan aturan baru ini, China seperti berusaha meyakinkan AS dan dunia bahwa reformasi ekonomi di Negeri Tirai Bambu terus berjalan. China berjanji akan lebih membuka perekonomiannya kepada dunia.
"Tidak ada alasan China tidak mau terbuka, ini adalah kebijakan mendasar. Jika kita memiliki aturan mengenai keterbukaan, maka pasti akan dijalankan," tegas Li, mengutip Reuters.
Jacob Parker, Wakil Presiden US-China Business Council, mengapresiasi langkah Beijing tersebut. "Aturan ini akan menjatuhkan hukuman pidana terhadap penyebaran informasi sensitif milik perusahaan asing, menindak tegas pemalsuan, dan melarang pencurian hak atas kekayaan intelektual," kata Parker, juga mengutip Reuters.
Aturan ini bisa menjadi jalan menuju damai dagang AS-China, sesuatu yang menjadi harapan dunia. Ketika AS-China sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali semarak.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pemberat langkah dolar AS hari ini adalah penjualan rumah di AS pada Januari 2019 yang turun 6,9% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 607.000 unit. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan penjualan di angka 620.000.
Selain itu, dolar AS juga terbeban oleh data klaim tunjangan pengangguran Negeri Paman Sam yang pada pekan yang berakhir 9 Maret tercatat 229.000. Naik 6.000 dibandingkan sepekan sebelumnya.
Kedua, ada perkembangan positif dari China terkait hubungannya dengan AS. Dalam pidato di sidang tahunan parlemen China, Perdana Menteri Li Keqiang menegaskan pemerintah akan menerapkan aturan baru mengenai investasi.
Dalam aturan tersebut, China berkomitmen untuk melindungi investasi (termasuk asing) dan tidak akan mewajibkan transfer teknologi. Proses dan pelaksanaan investasi akan dibuat transparan sehingga menciptakan iklim yang nyaman bagi dunia usaha. Aturan ini sudah disahkan oleh parlemen dan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Isu mengenai pemaksaan transfer teknologi ini sering dikeluhkan oleh Presiden AS Donald Trump. Bahkan Trump menyebutnya sebagai pelanggaran atas hak kekayaan intelektual.
Dengan aturan baru ini, China seperti berusaha meyakinkan AS dan dunia bahwa reformasi ekonomi di Negeri Tirai Bambu terus berjalan. China berjanji akan lebih membuka perekonomiannya kepada dunia.
"Tidak ada alasan China tidak mau terbuka, ini adalah kebijakan mendasar. Jika kita memiliki aturan mengenai keterbukaan, maka pasti akan dijalankan," tegas Li, mengutip Reuters.
Jacob Parker, Wakil Presiden US-China Business Council, mengapresiasi langkah Beijing tersebut. "Aturan ini akan menjatuhkan hukuman pidana terhadap penyebaran informasi sensitif milik perusahaan asing, menindak tegas pemalsuan, dan melarang pencurian hak atas kekayaan intelektual," kata Parker, juga mengutip Reuters.
Aturan ini bisa menjadi jalan menuju damai dagang AS-China, sesuatu yang menjadi harapan dunia. Ketika AS-China sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali semarak.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular