
Naik 0,75%, IHSG Bukukan Penguatan Selama 3 Hari Beruntun
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 March 2019 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,11% ke level 6.420,18, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan terkahir di pekan ini dengan penguatan sebesar 0,75% ke level 6.461,18. Lantas, IHSG sukses membukukan penguatan selama 3 hari berturut-turut.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,77%, indeks Shanghai naik 1,04%, indeks Hang Seng naik 0,56%, indeks Straits Times naik 0,14%, dan indeks Kospi naik 0,95%.
Neraca dagang Indonesia yang secara mengejutkan mencatatkan surplus membuat investor pasar saham Indonesia begitu berapi-api dalam melakukan aksi beli.
Pada hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa ekspor periode Februari 2019 terkontraksi 11,33% secara tahunan, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni kontraksi sebesar 4,26%.
Impor diumumkan anjlok hingga 13,98% YoY, berbanding terbalik dengan konsensus yang mengekspektasikan kenaikan sebesar 0,4% YoY. Alhasil, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 330 juta, jauh lebih baik dari ekspektasi yakni defisit senilai US$ 841 juta.
Memang, harus diakui bahwa surlus neraca dagang dihasilkan oleh kinerja impor yang jauh lebih buruk daripada ekspor. Jika dirunut, nilai ekspor Indonesia pada bulan lalu (US$ 12,53 miliar) merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Sementara untuk impor (US$ 12,2 miliar), nilainya menjadi yang terendah sejak Juni 2018.
Lebih mirilisnya lagi, Juni 2017 dan Juni 2018 merupakan jatuhnya hari raya Idul Fitri. Hari kerja lantas menjadi terpangkas secara signifikan. Wajar jika nilai ekspor-impor menjadi rendah pada Juni 2017 dan Juni 2018.
Lantas, rendahnya angka ekspor-impor Indonesia pada bulan lalu (ketika hari kerja relatif banyak) menjadi hal yang patut diwaspadai. Hal ini bisa jadi mengindikasikan tekanan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Namun, pelaku pasar saham tetap mengapresiasi surplus neraca dagang yang bisa dibukukan. Jika ditotal, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 734 juta dalam dua bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan defisit pada dua bulan pertama tahun 2018 yang mencapai US$ 809 juta.
Dengan defisit neraca dagang yang menipis tersebut, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) bisa ditekan kedepannya. Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018 CAD tercatat sebesar 2,98% dari PDB, terdalam sejak tahun 2014.
Optimisme bahwa CAD bisa ditekan membawa rupiah menguat melawan dolar AS. Pada akhir perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,05% ke level Rp 14.255/dolar AS.
Wajar jika instrumen berbasis rupiah seperti saham diburu oleh investor pada hari ini.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,77%, indeks Shanghai naik 1,04%, indeks Hang Seng naik 0,56%, indeks Straits Times naik 0,14%, dan indeks Kospi naik 0,95%.
Neraca dagang Indonesia yang secara mengejutkan mencatatkan surplus membuat investor pasar saham Indonesia begitu berapi-api dalam melakukan aksi beli.
Impor diumumkan anjlok hingga 13,98% YoY, berbanding terbalik dengan konsensus yang mengekspektasikan kenaikan sebesar 0,4% YoY. Alhasil, neraca dagang membukukan surplus senilai US$ 330 juta, jauh lebih baik dari ekspektasi yakni defisit senilai US$ 841 juta.
Memang, harus diakui bahwa surlus neraca dagang dihasilkan oleh kinerja impor yang jauh lebih buruk daripada ekspor. Jika dirunut, nilai ekspor Indonesia pada bulan lalu (US$ 12,53 miliar) merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Sementara untuk impor (US$ 12,2 miliar), nilainya menjadi yang terendah sejak Juni 2018.
Lebih mirilisnya lagi, Juni 2017 dan Juni 2018 merupakan jatuhnya hari raya Idul Fitri. Hari kerja lantas menjadi terpangkas secara signifikan. Wajar jika nilai ekspor-impor menjadi rendah pada Juni 2017 dan Juni 2018.
Lantas, rendahnya angka ekspor-impor Indonesia pada bulan lalu (ketika hari kerja relatif banyak) menjadi hal yang patut diwaspadai. Hal ini bisa jadi mengindikasikan tekanan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia.
Namun, pelaku pasar saham tetap mengapresiasi surplus neraca dagang yang bisa dibukukan. Jika ditotal, neraca dagang Indonesia membukukan defisit senilai US$ 734 juta dalam dua bulan pertama tahun ini, lebih rendah dibandingkan defisit pada dua bulan pertama tahun 2018 yang mencapai US$ 809 juta.
Dengan defisit neraca dagang yang menipis tersebut, ada harapan bahwa defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) bisa ditekan kedepannya. Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018 CAD tercatat sebesar 2,98% dari PDB, terdalam sejak tahun 2014.
Optimisme bahwa CAD bisa ditekan membawa rupiah menguat melawan dolar AS. Pada akhir perdagangan di pasar spot, rupiah menguat 0,05% ke level Rp 14.255/dolar AS.
Wajar jika instrumen berbasis rupiah seperti saham diburu oleh investor pada hari ini.
Next Page
Data Ekonomi China Oke, Brexit Mulus
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular