
Ekspor Sawit Malaysia Melambat, Harga CPO Lanjut Melemah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 March 2019 15:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) masih terus mengarah ke bawah pada perdagangan hari Jumat ini (15/3/2019).
Hingga pukul 14:50 WIB, harga CPO kontrak Mei di Bursa Derivatives Malaysia Exchange anjlok 0,15% ke posisi MYR 2.060/ton selah juga amblas 1,34% kemarin (14/3/2019).
Harga CPO telah turun 3,06% selama sepekan secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia tersebut sudah terpangkas 2,88%.
Prediksi turunnya permintaan minyak sawit masih sangat kuat membebani pergerakan harga.
Berdasarkan hasil survey dari Intertek Testing Services (ITS), ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-15 Maret 2019 turun 5,2% dibanding periode yang sama pada bulan Januari, mengutip Reuters.
Dalam laporannya, ITS mencatat bahwa volume ekspor dengan tujuan India dan China mengalami penurunan, masing-masing sebesar 41,5% dan 8,5%. Sedangkan ekspor ke nagara-negara Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 20,3%.
Ini semakin mengonfirmasi adanya pengurangan permintaan, terutama dari India yang merupakan importir minyak sawit terbesar dunia.
"Saat ini pasokan minyak sawit di negara-negara konsumen utama, seperti India dan China sudah tercukupi. Itulah mengapa kamu melihat adanya tekana pada harga," ujar pialang yang berbasis di Singapura, mengutip Reuters.
Sebagai informasi, India merupakan negara tujuan ekspor utama minyak sawit asal Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 2017, nilai ekspor minyak sawit asal Indonesia ke India mencapai 7,31 juta ton.
Berkurangnya permintaan dari India tentu saja akan membuat keseimbangan fundamental di pasar minyak sawit global akan terganggu.
Selain itu, Komisi Eropa pada Rabu (13/3) kemarin waktu setempat telah memutuskan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga 2030.
Alhasil, permintaan minyak sawit dari Uni Eropa juga akan terganggu. Meskipun peraturan tersebut belum berlaku sepenuhnya dan masih melalui proses uji coba, namun importir akan mengambil langkah yang konservatif.
"Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit," kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. "importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko."
Apalagi Uni Eropa merupakan tujuan ke-2 terbesar ekspor minyak sawit asal Indonesia dan Malaysia, dan sebagian penggunaannya adalah untuk biodiesel.
Dengan begitu, wajar permintaan minyak sawit pada tahun panen 2019/2020 akan ini akan terkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Awan Kelabu Belum Hilang Tapi Harga CPO Menguat, Kok Bisa?
Hingga pukul 14:50 WIB, harga CPO kontrak Mei di Bursa Derivatives Malaysia Exchange anjlok 0,15% ke posisi MYR 2.060/ton selah juga amblas 1,34% kemarin (14/3/2019).
Harga CPO telah turun 3,06% selama sepekan secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga komoditas agrikultur andalan Indonesia dan Malaysia tersebut sudah terpangkas 2,88%.
Prediksi turunnya permintaan minyak sawit masih sangat kuat membebani pergerakan harga.
Berdasarkan hasil survey dari Intertek Testing Services (ITS), ekspor minyak sawit Malaysia pada periode 1-15 Maret 2019 turun 5,2% dibanding periode yang sama pada bulan Januari, mengutip Reuters.
Dalam laporannya, ITS mencatat bahwa volume ekspor dengan tujuan India dan China mengalami penurunan, masing-masing sebesar 41,5% dan 8,5%. Sedangkan ekspor ke nagara-negara Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 20,3%.
Ini semakin mengonfirmasi adanya pengurangan permintaan, terutama dari India yang merupakan importir minyak sawit terbesar dunia.
"Saat ini pasokan minyak sawit di negara-negara konsumen utama, seperti India dan China sudah tercukupi. Itulah mengapa kamu melihat adanya tekana pada harga," ujar pialang yang berbasis di Singapura, mengutip Reuters.
Sebagai informasi, India merupakan negara tujuan ekspor utama minyak sawit asal Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 2017, nilai ekspor minyak sawit asal Indonesia ke India mencapai 7,31 juta ton.
Berkurangnya permintaan dari India tentu saja akan membuat keseimbangan fundamental di pasar minyak sawit global akan terganggu.
Selain itu, Komisi Eropa pada Rabu (13/3) kemarin waktu setempat telah memutuskan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga 2030.
Alhasil, permintaan minyak sawit dari Uni Eropa juga akan terganggu. Meskipun peraturan tersebut belum berlaku sepenuhnya dan masih melalui proses uji coba, namun importir akan mengambil langkah yang konservatif.
"Negara-negara Eropa bisa memperketat impor minyak sawit," kata pialang di Kuala Lumpur yang biasa memasok minyak sawit ke Eropa, mengutip Reuters. "importir tampaknya akan enggan untuk mengambil risiko."
Apalagi Uni Eropa merupakan tujuan ke-2 terbesar ekspor minyak sawit asal Indonesia dan Malaysia, dan sebagian penggunaannya adalah untuk biodiesel.
Dengan begitu, wajar permintaan minyak sawit pada tahun panen 2019/2020 akan ini akan terkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua dekade terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/gus) Next Article Awan Kelabu Belum Hilang Tapi Harga CPO Menguat, Kok Bisa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular